PENERAPAN METODE MAKE A MATCH
UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI ……………..
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai Satu Syarat
Pengembangan Profresi Guru dan
Dipergunakan untuk Kenaikan Pangkat
dan Golongan
Oleh
KATA PENGANTAR
Dengan
segala ketundukan hati, penulis memanjatkan rasa syukur yang sedalam- dalamnya
kepada Allah azza wa jalla yang telah
memberikan izin dan karunia Nya, sehingga penulis dapat merampungkan hasil
penelitian dalam sebuah Karya Tulis Ilmiah. Salam dan shalawat atas Nabi Allah,
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
yang diutus Allah kepada ummat sebagai panutan menuju keselamatan hidup dunia
dan akhirat dengan memberikan kabar gembira dan ancaman.
Setelah
melalui berbagai upaya, rintangan, dan pengalaman, penulis akhirnya dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Penerapan Metode Make a Match untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Kelas IV Sekolah
Dasar Negeri Tanggul Patompo 1 Makassar Tahun Pelajaran 2013/2014” sebagai
salah satu persyaratan kenaikan pangkat.
Sebagai
makhluk, tentunya manusia tidak dapat sempurna dengan dirinya sendiri. Allah azza wajalla juga mencela hambaNya yang
enggan bersyukur kepada sesama, olehnya itu, penulis menghaturkan banyak terima
kasih kepada segenap pihak yang telah memberikan sumbangsih yang berharga.
Penulis juga berbesar hati untuk menerima tanggapan, masukan dan kritikan yang
akan memperkaya wawasan untuk perbaikan kualitas di masa mendatang.
Makassar, Mei 2016
Penulis
ABSTRAK
Lasmina, 2016, Penerapan Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Kelas IV Sekolah
Dasar Negeri ……………. Penelitian Tindakan Kelas
Kata Kunci: Pembelajaran PAI, Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make
a Match
Pendidikan
dasar memiliki tujuan membangun fondasi untuk berkembangnya manusia holistik,
yaitu manusia yang utuh atau menyeluruh yang terdiri atas unsur biologis,
psikologis, sosial dan spiritual yang mana semua organisme hidup ini saling
berinteraksi.
Pendidikan pada
anak usia dini (TK dan SD) adalah masa- masa paling kritis dalam membangun
fondasi ini. Oleh sebab itu, pelaksana pendidikan harus mensinergikan seluruh
daya upaya untuk dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif untuk
mencapai tujuan pendidikan itu sendiri.
Penelitian
Tindakan Kelas ini berdasar pada rumusan permasalahan berikut: a) Bagaimanakah
motivasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan diterapkannya Metode
Pembelajaran Koopereatif Model Make a Match pada siswa Kelas IV SDN …………….,
b) Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan
diterapkannya Metode Pembelajaran Kooperatif
Model Make a Match pada siswa
Kelas IV SDN ……………………………..
Tujuan dari
Penelitian Tindakan Kelas ini adalah: a) Untuk mengetahui pengaruh motivasi
belajar Pendidikan Agama Islam dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make
a Match pada siswa Kelas IV SDN ……………………..,
b) Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match pada siswa Kelas IV SDN ..............................................................................,
c) Untuk menyempurnakan penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam dalam rangka
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa Kelas IV SDN Tanggul Patompo 1
Makassar tahun pelajaran 2013/2014.
PTK ini
dilaksanakan sebanyak dua siklus atau dua kali putaran. Setiap siklus terdiri
atas empat tahapan yaitu: a) Perencanaan, b) Tindakan, c) Observasi, dan d)
Refleksi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN ...............................................................................
Data diperoleh dari lembar tes hasil ulangan di akhir siklus dan data observasi
berupa angket selama proses pembelajaran.
Dari hasil
analisis data didapatkan bahwa motivasi belajar siswa meningkat dari pra siklus
hingga siklus II. Prestasi belajar siswa juga meningkat dari pra siklus, siklus
I hingga siklus II yang secara berurut yaitu: 7.75 > 8.36 > 8.9 untuk nilai rata- rata kelas
dan 37.8% > 75.7% > 100 untuk
ketuntasan belajar secara klasikal.
Simpulan dari
penelitian ini adalah Metode Pembelajaran Make
a Match berdampak positif bagi peningkatan motivasi dan prestasi belajar
PAI Siswa Kelas IV SDN ...............................................................................
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman
Judul……………………………………………………………… i
Halaman
Pengesahan………………………………………………………. ii
Kata
Pengantar……………………………………………………………… iii
Abstrak……………………………………………………………………… iv
Daftar
Isi……………………………………………………………………. v
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah……………………………………….. 1
B.
Rumusan
Masalah……………………………………………… 4
C.
Batasan
Masalah……………………………………………….. 4
D.
Tujuan
Penelitian………………………………………………. 5
E.
Manfaat
Penelitian……………………………………………… 5
F.
Defenisi
Operasional Variabel…………………………………. 6
BAB II KAJIAN
PUSTAKA
A.
Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam………………………. 7
B.
Motivasi
Belajar………………………………………………… 11
C.
Prestasi
Belajar…………………………………………………. 12
D.
Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match
……... 15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian…………………………………………………. 21
B.
Rancangan
Penelitian………………………………………….. 22
C.
Tempat
dan Waktu Penelitian…………………………………. 25
D.
Subyek
Penelitian………………………………………………. 25
E.
Instrumen
Penelitian…………………………………………… 26
F.
Prosedur
Penelitian…………………………………………….. 26
G.
Analisis
Data…………………………………………………… 27
BABIV HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Kuantitatif Belajar Siswa…………………………………
30
B.
Hasil
Analisis Kualitatif……………………………………….. 42
C.
Refleksi
terhadap Pelaksanaan Tindakan………………………
43
D.
Pembahasan…………………………………………………….. 44
BAB V SIMPULAN
DAN SARAN
A.
Simpulan……………………………………………………….. 46
B.
Saran……………………………………………………………. 47
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………. 48
LAMPIRAN………………………………………………………………… 50
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Agama Islam adalah satu- satunya agama yang diridhai Allah azza
wajalla. Agama Islam sempurna mengatur
setiap segi kehidupan manusia untuk memperoleh rahmat Allah. Di antara kesempurnaan Agama Islam adalah adanya
tuntunan yang mementingkan pendidikan. Dalam al- Qur’an Surah al- Baqarah: 31
Allah menerangkan:
Dan Dia ajarkan kepada Adam nama- nama (benda) semuanya, kemudian
Dia perlihatkan kepada malaikat, seraya berfirman “Sebutkan kepadaKu nama semua
benda ini jika kamu yang benar”
Allah azza wajalla
memberikan pendidikan langsung kepada hambaNya, Nabi Adam ‘alaihissalam berupa pengenalan terhadap nama- nama benda. Dari
gambaran ayat tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan atau pengajaran adalah
bagian yang tidak terpisahkan dengan Agama Islam.
Pendidikan merupakan salah satu kunci kemajuan, semakin baik
kualitas pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu bangsa, maka akan diikuti
dengan semakin baik pula kualitas bangsa tersebut. Tidak hanya pendidikan duniawi,
akan tetapi pendidikan ukhrawi juga memegang peranan penting terhadap kemajuan
bangsa. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan Undang- Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Pembentukan kepribadian yang mulia, harus dimulai sejak dini.
Pendidikan usia dini secara konsen dimulai dari sekolah dasar. Pada jenjang
sekolah dasar ini nilai- nilai moral dan agama telah harus ditanamkan dalam
diri siswa. Wujud dari upaya tersebut adalah dengan diberlakukannya Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam, yang mana diharapkan mata pelajaran ini dapat
menjadi salah satu mata pelajaran yang membantu pencapaian tujuan pendidikan
nasional.
Menyandingkan antara tujuan pendidikan nasional dengan realitas,
ditemui perbedaan yang signifikan. Jika pendidikan nasional mengharapkan
terbentuknya pribadi yang cerdas, berakhlak mulia, beriman dan bertakwa kepada
Tuhan yang Maha Esa, maka realitas mempersembahkan kondisi sebaliknya. Sebuah situs informasi terpercaya,
Sindonews.com memaparkan berbagai perilaku penyimpangan anak di bawah umur,
termasuk umur yang setara dengan sekolah dasar, di antara judul artikelnya
adalah: 107 Anak di Depok Terlibat Kasus
Hukum; Bocah Bau Kencur Lakukan Kejahatan Sadis; Tak Ada Efek Jera Kenakalan
Anak Terus Terjadi; Aksi Kriminalitas Anak Merajalela.
Dari data tersebut di atas dapat dilihat bahwa Indonesia mengalami
ketertinggalan dalam dalam mutu pendidikan, secara khusus pada pendidikan
nilai- nilai moral dan agama. Hal tersebut mengindikasikan adanya aspek- aspek
yang harus dibenahi dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya pada Pendidikan
Agama Islam. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan
pembelajaran, baik dari faktor internal guru
maupun faktor eksternal. Di antara faktor internal guru adalah kekurangcakapan
guru dalam menyajikan mata pelajaran sehingga minat belajar siswa tidak
terbangun yang menyebabkan prestasi belajar mereka rendah dan kemudian
mempengaruhi diri siswa secara akal dan emosional. Irmin menyatakan bahwa guru adalah potret yang
selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya mencerdaskan bangsa. Diakui
atau bahkan dilupakan, guru adalah salah satu komponen pencipta peradaban (Irmin, 2004: 1).
Dengan
menyadari hal tersebut, maka hendaknya seorang guru tidak menyelenggarakan proses
pembelajaran yang diembannya dengan apa adanya.
Olehnya itu, penulis berupaya menemukan satu langkah strategis
pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan metode yang efektif dan
sejalan dengan kebutuhan siswa sekolah dasar, yaitu Metode Pembelajaran
Kooperatif Model Make a Match.
Penulis meramu penerapan metode ini dengan judul Penerapan Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a
Match untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam di Kelas IV Sekolah Dasar Negeri ....................................................
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pada latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam pembahasan
ini adalah:
1. Bagaimanakah
motivasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan diterapkannya Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a
Match pada siswa Kelas IV SDN ...............................................?
2. Bagaimanakah
peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan diterapkannya Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a
Match pada siswa Kelas IV SDN ...................................?
C. Batasan Masalah
1. Penelitian
ini hanya dikenakan pada siswa Kelas IV SDN ................................................................
2. Penelitian
ini diselenggarakan pada Bulan Februari hingga Bulan April semester genap tahun
2014.
3. Materi
yang disampaikan dalam penelitian ini adalah iman kepada Malaikat.
D. Tujuan
Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui pengaruh motivasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a
Match pada siswa Kelas IV SDN ................................
2. Untuk
mengetahui peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a
Match pada siswa Kelas IV SDN
.................................................
3. Untuk
menyempurnakan penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam dalam rangka meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar siswa Kelas IV SDN ............................................................
E.
Manfaat
Penelitian
Penyusunan
karya tulis ilmiah sebagai hasil dari penelitian penulis ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk:
1. Menjadi
bahan informasi dan penambahan wawasan dalam dunia pendidikan.
2. Menjadi
rujukan praktis bagi guru dalam menyelenggarakan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di kelas, secara khusus guru sekolah dasar.
3. Memotivasi
guru Pendidikan Agama Islam untuk menerapkan metode pembelajaran yang tepat
agar dapat tercapai tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam itu sendiri.
4. Menambah
referensi karya ilmiah metode pembelajaran yang tepat untuk Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam yang
dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang membutuhkan.
F.
Defenisi
Operasional Variabel
Untuk
membatasi persepsi tidak keluar dari pembahasan, maka penulis menguraikan
defenisi operasional sebagai berikut:
1. Metodologi
Pembelajaran Kooperatif Model Make a
Match
Metodologi
atau strategi mengajar/ pengajaran adalah taktik yang digunakan
guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar (pengajaran) agar dapat
mempengaruhi siswa untuk dapat mencapai tujuan
pengajaran secara lebih efektif dan
efisien (Rohani, 2004).
Metodologi
Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match adalah
salah satu model pembelajaran dari metodologi pembelajaran kooperatif yang ciri
khasnya adalah mencari pasangan.
Setiap siswa mendapat sebuah kartu (bisa
soal atau jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu
yang ia pegang. Suasana pembelajaran dalam Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match akan riuh, tetapi
sangat asik dan menyenangkan (Dzaki, 2009). Dari nama model pembelajaran ini telah dapat
digambarkan alur kerjanya, yaitu mencari pasangan.
2. Prestasi
belajar
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, prestasi diterjemahkan sebagai hasil yang telah dicapai (dari
yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya); Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan
dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. (KBBI. Diakses pada
28 Oktober 2016).
Prestasi
belajar adalah puncak hasil belajar yang dapat mencerminkan hasil keberhasilan
belajar siswa terhadap tujuan belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar
siswa dapat meliputi aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif (sikap) dan
aspek kognitif (tingkah laku) (Olivia, 2011: 73).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
1.
Defenisi
Pembelajaran
Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 3 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran
sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas
berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa dan dapat
meningkatkan kemampuan mengkonstruksikan pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.
Pembelajaran
adalah proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar (KBBI, 1996:14).
Tanggung jawab pembelajaran secara langsung ada pada pundak seorang guru yang
bertanggung jawab menciptakan lingkungan belajar bagi siswa sehingga siswa
menjadi makhluk hidup belajar. Dengan demikian maka dalam proses pembelajaran
harus tercipta interaksi positif dan interaktif antara siswa dan guru dengan
memanfaatkan sumber- sumber pembelajaran yang ada, termasuk metode- metode
pengajaran.
2.
Pendidikan Agama
Islam
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (RI No.20: 2003).
Pendidikan
dalam pengertian bahasa disebut the
process of training and developing the knowledge, skills, mind, character,
etc., especially by formal schooling (proses melatih dan mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, pikiran, perilaku, dan lain- lain, terutama oleh
sekolah formal) (Qodry,18:2003). Dari pengertian bahasa ini, telah tergambar
bahwa dalam proses pendidikan tidak hanya diajarkan mengenai ilmu pengetahuan
dan keterampilan, akan tetapi diajarkan pula cara berfikir dan berperilaku yang
benar.
Menurut
Qodry, ada tiga hal penting yang akan ditransfer melalui pendidikan, yaitu
nilai (values), pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skills) (Qodry,19: 2003). Nilai (values) inilah yang menjadi salah satu
pusat perhatian dasar Mata Pelajaran PAI. Dengan masuknya Pendidikan Agama
Islam dalam kurikulum pendidikan sekolah, maka ketiga hal penting seperti yang
disebutkan di atas dapat diciptakan.
Pendidikan
Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia,
mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya kitab suci al-Qur’an dan Hadits,
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman (Depdiknas, 2003: 7).
Fungsi
Pendidikan Agama Islam pada sekolah dasar adalah: (a) Penanaman nilai ajaran
Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat; (b)
Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wata’ala serta akhlak mulia peserta didik seoptimal
mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga; (c)
Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui
Pendidikan Agama Islam; (d) Perbaikan kesalahan- kesalahan, kelemahan-
kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan
sehari- hari; (f) Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum
(alam nyata dan non nyata), sistem dan fungsionalnya; (g) Penyaluran siswa
untuk mendalami pendidikan ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi (Depdiknas, 2003: 8).
Selanjutnya,
Pendidikan Agama Islam di bangku sekolah memiliki tujuan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan,
penghayatan, pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam
sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan dan
ketakwaannya kepada Allah subhanahu
wata’ala, serta berakhlak mulia
dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta untuk
dapat melanjutkan pada jenjang yang
lebih tinggi (Depdiknas, 2003:8)
B.
Prestasi
Belajar
Secara
umum, belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja
terlepas ada tidaknya orang yang secara sengaja member pengajaran atau tidak.
Belajar merupakan proses alami yang terjadi dalam kehidupan sebagai akibat dari
adanya interaksi antar individu.
Hasil
belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga disebut sebagai prestasi belajar. Secara akademis, hasil
belajar dapat dinilai dengan cara:
1.
Penilaian
formatif
Penilaian
formatif adalah kegiatan penilaian yang bertujuan untuk mencari umpan balik (feedback),
yang selanjutnya hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki
proses belajar-mengajar yang sedang atau yang sudah dilaksanakan.
2.
Penilaian
Sumatif.
Penilaian
sumatif adalah penilaian yang dilakukan untuk memperoleh data atau informasi
sampai dimana penguasaan atau pencapaian belajar siswa terhadap bahan pelajaran
yang telah dipelajarinya selama jangka waktu tertentu (Syah, 2006: 23).
Secara umum, tujuan pelaksanaan
pembelajaran adalah untuk meningkatkan kecakapan siswa terhadap aspek kognitif,
afektif dan psikomotor meskipun saat
ini telah berkembang sebuah teori kecerdasan jamak oleh Howard Gardner.
Hal ini ditegaskan Sudjana (2009:49) yang menyatakan bahwa ketiga aspek
(kognitif, afektif dan psikomotor) tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri
tetapi merupakan satu kesatuan, dan harus dipandang sebagai sasaran hasil belajar.
Ketiga
kecakapan yang ditingkatkan tersebut selanjutnya terwujud pada apa yang disebut
sebagai hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil akhir (umumnya dinyatakan
dalam bentuk nilai belajar) yang diperoleh siswa terhadap serangkaian kegiatan
evaluasi yang dilakukan guru baik evaluasi harian, tengah semester maupun
evaluasi akhir semester. Dimaksudkan untuk mengukur sejauhmana penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran yang telah diberikan. Berdasarkan nilai yang
diperoleh, maka siswa dapat diklasifikasikan hasil belajarnya apakah berada
pada kategori sangat baik, baik, sedang, cukup, atau kurang sesuai dengan
standar penilaian yang digunakan di sekolah atau guru mata pelajaran itu
sendiri.
Sudjana
membagi tiga macam hasil belajar, yaitu : a) keterampilan dan kebiasan, b)
pengetahuan dan pengertian, c) sikap dan cita-cita. Ketiganya dapat diisi
dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah (Sudjana, 2009: 45).
Setiap proses belajar selalu menghasilkan
hasil belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai dimana hasil belajar yang
telah dicapai. Proses belajar tidak mungkin dicapai begitu saja, banyak faktor
yang mempengaruhi sehingga seorang anak mampu mencapai hasil atau keberhasilan
dalam belajar. (Djamarah dan Zain, 2006: 121)
Kesimpulan yang dapat penulis tarik dari
beberapa pendapat ahli di atas adalah prestasi belajar merupakan suatu hasil
yang diperoleh setelah melalui proses belajar dalam jangka waktu tertentu yang
dinilai dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang mana prestasi
belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
C.
Motivasi
Belajar
1.
Pengertian
Motivasi Belajar
Motivasi adalah proses yang menjelaskan
intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga
elemen utama dalam definisi ini diantaranya adalah intensitas, arah, dan
ketekunan (Wikipedia).
Motivasi adalah suatu dorongan
kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan perbuatan untuk mencapai tujuan
tertentu (Hakim, 2000: 26)
Motivasi adalah faktor- faktor yang
mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan
suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras atau lemah (
Hariandja, 2002: 321).
Dari beberapa defenisi motivasi di
atas dapat disimpukan bahwa motivasi belajar adalah suatu faktor atau dorongan
yang menggerakkan seseorang untuk belajar guna mencapai suatu tujuan tertentu. Peran
guru memang kompleks dan merupakan bahan yang penuh dengan bumbu yang selama
proses motivasi ini berlangsung dapat menjadi promotor individu, anggota
kelompok, atau manajer tim (Petersen, 2008:12). Guru harus mampu menempatkan
dirinya sebagai motor penggerak motivasi belajar siswa.
Motivasi sering diartikan dengan
istilah dorongan atau daya gerak. Motivasi merupakan kondisi yang mendorong
individu untuk melakukan sesuatu. Motivasi merupakan sejumlah proses yang
bersifat internal dan eksternal bagi individu, yang menyebabkan timbulnya sikap
antusiame dalam melakukan kegiatan- kegiatan tertentu (Astuti dan
Resminingsih, 2010: 67).
Ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik.
a.
Motivasi
intrinsik, yaitu dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang dan tidak
perlu rangsangan dari luar. Motivasi intrinsik umumnya terkait dengan adanya
bakat dan faktor intelegensi dari dalam diri siswa.
b.
Motivasi
ekstrinsik, yaitu dorongan yang berasal dari luar diri seseorang. Motivasi
ekstrinsik adalah bentuk dorongan belajar untuk prestasi yang diberikan oleh
orang lain, seperti semangat, pujian dan nasehat guru ,orang tua, saudara dan
orang yang dicintai (Hapsari, 2005: 74). Jika seorang siswa memiliki kedua
jenis motivasi ini, maka dorongan belajarnya akan sangat kuat dan tujuan dari
sebuah pembelajaran akan dapat tercapai dengan maksimal.
D.
Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a
Match
1.
Metode
Pembelajaran
Metode
adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan
guna mencapai tujuan yang ditentukan (Departemen Agama RI, 19:2001). Metode
adalah suatu proses yang terencana yang diterapkan dalam upaya mencapai suatu
tujuan.
Hendaknya
guru melibatkan siswa dalam setiap kegiatan yang dilakukannya, memberi
kesempatan kepada siswa untuk berfikir dan berbuat, serta mendorong mereka
untuk dapat mandiri dalam segala hal yang dapat dilakukan di dalam belajar dan
meneliti (Departemen Agama RI, 89: 2002). Seorang guru tidak seharusnya
memonopoli kelas secara terus menerus dan menjadikan siswa pasif dalam
aktivitas belajarnya. Guru hendaknya menerapkan sebuah metode yang mengaktifkan
siswa sesuai dengan prinsip CBSA (Cara Siswa Belajar Aktif).
2.
Metode
Pembelajaran Kooperatif
Metode Pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi
pembelajaran, diantaranya: ceramah, demonstrasi, diskusi, simulasi, laboratorium,
debat dan lain sebagainya. Dapat pula dikatakan bahwa metode adalah prosedur
pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan.
Kagan memberikan gambaran transformasi dari pembelajaran
tradisional ke pembelajaran kooperatif. Transformasi tersebut dapat dilihat
pada table berikut.
FROM
TRADITIONAL TO COOPERATIVE LEARNING
|
|
FROM
|
TO
|
A good class is a quiet class
(kelas yang baik adalah kelas yang tenang)
|
Learning involves healthy noise (belajar itu menimbulkan
kebisingan yang baik)
|
Keep you eyes on your paper
(senantiasa memperhatikan buku)
|
Help your partner solve it
(menyelesaikan masalah dengan bekerjasama dengan teman)
|
Sit quietly (senantiasa duduk
dengan diam dan tenang)
|
Get up and look what others did (Bergerak dan simak apa yang dilakukan oleh teman kelas yang
lainnya)
|
Talking is cheating ( siswa
dilarang berbicara)
|
Verbalize to learn (siswa
diajar untuk berbicara)
|
Tabel 1. Transformasi Pembelajaran
Tradisional ke Pembelajaran Kooperatif (Kagan, 2013: 20)
Metode pembelajaran tradisional bersifat TCL (Teacher Centered Leraning) yaitu pembelajaran berpusat pada guru
dimana siswa hanya duduk diam dan mendengarkan penyampaian guru sesuai dengan
buka paket sebagai sumber pustaka. Sebaliknya pembelajaran kooperatif bersifat
SCL (Students Centered Learning)
yaitu pembelajaran berpusat pada siswa yang aktif mengekspresikan ide- ide
mereka sesuai dengan model dan tema pembelajaran. Menurut Kagan, ciri khas
utama dari metode pembelajaran kooperatif adalah senantiasa melakukan interaksi
positif dengan teman yang lain yang dengannya dapat melatih rasa percaya diri
siswa untuk berkarya.
Dalam sebuah blog yang ditulis oleh Ramadhan,
digambarkan sebuah hasil temuan lapangan
yang dilakukan oleh Widyaningsih dkk.
Mereka
melakukan penelitian dengan judul Cooperative Learning sebagai Model
Pembelajaran Alternatif untuk Meningkatkan Motivasi Siswa pada Mata Pelajaran
Matematika. Penelitian Widyaningsih mengambil tiga tipe pembelajaran
kooperatif yaitu STAD, Jigsaw, dan Make a Match. Penerapan Cooperative Learning menurut hasil
penelitian Widyaningsih dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan cooperative
learning dalam pembelajaran matematika dapat menggunakan berbagai model
serta efektif jika digunakan dalam suatu periode waktu tertentu. Suasana positif yang timbul dari cooperative
learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan guru
matematika. Dalam kegiatan-kegiatan yang menyenangkan siswa merasa lebih termotivasi untuk
belajar dan berpikir. Namun tidak menutup kemungkinan kericuhan di dalam kelas
akan terjadi (Tarmizi, 2008).
Dari kata kooperatif sudah tergambar bagaimana bentuk
pelaksanaan metode pembelajaran tersebut. Kooperatif merupakan bahasa saduran
dari Bahasa Inggris yang berarti kerja sama. Artinya adalah model apapun, media
apapun, dengan siapapun dan materi pelajaran apapun, maka seluruh aktivitas
belajar dilaksanakan dengan cara bekerja sama antara satu siswa dengan siswa
yang lainnya. Hal tersebut dimaksudkan agar tercipta keakraban di dalam kelas
di antara semua siswa dan agar tidak terjadi pemisahan antara siswa yang pandai
dan tidak. Di samping itu, metode ini
melatih siswa bekerja tim dan saling membantu dalam memecahkan masalah sehingga
tercipta suasana kelas yang akrab dan menyenangkan.
3.
Metode
Pembelajaran Make a Match
Sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya, Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match adalah model
pembelajaran mencari pasangan.
Setiap siswa mendapat sebuah kartu (bisa
soal atau jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu
yang ia pegang. Suasana pembelajaran dalam Metode Pembelajaran Make a Match akan riuh, tetapi sangat
asik dan menyenangkan (Dzaki. 2009).
Metode pembelajaran model Make
a Match atau bertukar pasangan merupakan teknik belajar yang memberi
kesempatan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa
digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik
(Liem, 2008: 56)
Langkah-langkah Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make
a Match adalah sebagai berikut :
a.
Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang
cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya
kartu jawaban.
b.
Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
c.
Tiap siswa memikirkan jawaban/soal
dari kartu yang dipegang.
d.
Setiap siswa mencari pasangan yang
mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Artinya siswa yang kebetulan mendapat kartu ‘soal’ maka harus
mencari pasangan yang memegang kartu ‘jawaban soal’ secepat mungkin. Demikian
juga sebaliknya.
e.
Setiap siswa yang dapat
mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
f.
Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya.
g.
Demikian seterusnya sampai semua kartu soal dan jawaban jatuh ke semua siswa.
h.
Kesimpulan/penutup.
Di akhir pembelajaran, guru memberi kesimpulan dari
hasil yang didapatkan oleh siswa dengan tujuan memberikan kesamaan persepsi dan
meluruskan hal- hal yang dianggap perlu.
Setiap metode atau
strategi pembelajaran tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan, tidak
terkecuali dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match. Kelebihan dari model pembelajaran ini adalah:
a.
Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif
maupun fisik.
b.
Ada unsur permainan, sehingga metode ini menyengkan.
c.
Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari
dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
d.
Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil
presentasi.
e.
Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk
belajar.
Adapun kelemahan
dari Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make
a Match ini adalah:
a.
Jika metode pembelajaran ini tidak dipersiapkan dengan baik,
akan banyak waktu yang terbuang.
b.
Pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu
berpasangan dengan lawan jenisnya.
c.
Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak
siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.
d.
Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada
siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.
f.
Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan
kebosanan (Huda, 2013: 253-254).
Dengan memahami
akan kelebihan dan kekurangan metode pembelajaran ini, maka guru hendaknya
telah mempersiapkan langkah- langkah antisipatif agar penerapan metode ini
dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Termasuk dalam mengatasi kebosanan,
seorang guru perlu membuat selingan dan mengelola metode pembelajaran dengan
lebih kreatif.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Ada beberapa tipe penelitian, yaitu
penelitian eksploratif, penelitian deskriptif, penelitian ekspalanatif, dan
penelitian eksperimen. Penelitian eksploratif berhubungan dengan pertanyaan
dasar “apa”. Penelitian deskriptif berhubungan dengan pertanyaan dasar
“bagaimana”. Penelitian jenis eksplanatif bertitik tolak pada pertanyaan dasar
“mengapa”. Penelitian eksperimen
bertolak pada penemuan- penemuan baru yang belum memiliki data sebagaimana tiga
tipe penelitian sebelumnya. Penelitian ini harus dilakukan agar dapat menghasilkan
sebuah data. Tipe penelitian ini sangat berguna untuk mengembangkan inovasi-
inovasi yang berguna dalam meningkatkan kualitas hidup manusia (Gulo, 2000:
17).
Di antara tipe- tipe penelitian
yang ada, tipe penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
eksperimen dengan jenis Penelitian Tindakan Kelas (Class Action Reserach).
Pendekatan Penelitian Tindakan Kelas ini merupakan sebuah pendekatan yang
sangat tepat diterapkan di kelas guna membangun kecakapan dan keterampila siswa. Siswa akan
diminta untuk terus menerus mengikuti jalannya penelitian hingga dicapai tujuan
yang diharapkan, dalam hal ini pencapaian nilai ketuntasan belajar, baik secara
individual maupun klasikal. Berbeda dengan jenis penelitian non PTK yang hanya
melakukan riset sekali kemudian menyimpulkan, penelitian PTK ini akan terus
berulang dalam artian putaran siklus terus dilangsungkan hingga tujuan yang
diharapkan tercapai.
Penelitian Tindakan Kelas dalam
bahasa Inggris disebut dengan istilah classroom
action research. Dari nama tersebut terkandung tiga kata yaitu:
1.
Penelitian,
menunjukkan pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara
dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang
bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting
bagi peneliti.
2.
Tindakan, menunjukkan pada suatu gerak
kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian
berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa.
3.
Kelas, dalam hal ini tidak terikat pada
pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik, yakni
sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari
guru yang sama pula. (Arikunto, et. al.
2007: 1-2)
Dengan menggabungkan ketiga kata tersebut
diatas, yakni (1) penelitian, (2) tindakan dan (3) Kelas, dapat disimpulkan
bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan
belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah
kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan
dari guru yang dilakukan oleh siswa. (Arikunto, et.al. 2007: 3)
Alur Penelitian Tindakan Kelas ini
berupa siklus yang mana tiap siklus mencakup perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi dan refleksi. PTK ini dinamakan tipe siklus karena tipe ini lebih
menonjolkan kegiatan yang harus dilaksanakan penulis dalam setiap kali putaran
(Sanjaya, 2010: 54).
Tipe Penelitian Tindakan Kelas yang
baik adalah tipe yang dapat membantu pengguna untuk mengerti dan memahami suatu
proses penelitian, baik secara mendasar maupun menyeluruh. Ada beberapa tipe-
tipe Penelitian Tindakan Kelas, yaitu Tipe Kurt Lewin, Tipe Kemmis dan McTaggart,
Tipe John Elliot, Tipe Dave Ebbut, dan Tipe Hopkins. Tipe yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Tipe Kurt Lewin, yaitu dalam satu siklus, terdiri atas
empat tahapan, dimana penelitian tindakan terjadi proses yang dalam suatu
lingkaran terus menerus meliputi empat hal berikut:
1. Perencanaan
(planning) adalah proses menentukan
program perbaikan yang berangkat dari suatu ide gagasan peneliti.
2. Aksi
atau tindakan (implementing) adalah
perlakuan yang dilaksanakan oleh peneliti sesuai dengan perencanaan yang telah
disusun oleh peneliti.
3. Observasi
(observing) adalah pengamatan yang
dilakukan untuk mengetahui efektifitas tindakan atau mengumpulkan informasi
tentang berbagai kekurangan tindakan yang telah dilakukan.
4. Refleksi
(reflecting) adalah kegiatan
menganalisis tentang hasil observasi sehingga memunculkan program atau
perencanaan baru. (Fitrianti, 2016 :21)
Keempat
tahapan Penelitian Tindakan Kelas ini harus terlaksana secara keseluruhan, jika
salah satunya ditiadakan maka tujuan Penelitian Tindakan Kelas Ini tidak dapat
tercapai.
B.
Rancangan
Penelitian
Tipe
Penelitian Tindakan Kelas yang digunakan adalah Tipe Kurt Lewin yang dilaksanakan
melalui empat tahapan utama yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi
atau pengamatan, dan refleksi seperti seperti telah dijabarkan di atas. Empat
tahapan utama tersebut yang saling berkaitan sering disebut dengan istilah
siklus. Dalam Penelitian Tindakan Kelas hasil yang belum baik harus diulang
kembali dan perencanaan diulang kembali jika pada siklus sebelumnya belum
memperlihatkan hasil dari tujuan yang akan dicapai (Fitrianti, 2016:
29).
Siklus
akan terus diulang hingga target yang ingin dicapai terpenuhi. Tipe Penelitian
Tindakan Kelas yang dipakai dalam
penelitian ini adalah Tipe Penelitian Kurt Lewin. Adapun langkah- langkah
penerapan atau alur siklusnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar
1. Desain Penelitian Tindakan Kelas Tipe Kurt Lewin
Gambar
di atas menerangkan dua siklus yang mana dalam siklus tersebut terdapat empat
tahapan kegiatan yang secara berurut dimulai dari tahap perencanaan, kemudian
tahap aksi atau tindakan, kemudian tahap observasi, dan terakhir tahap
refleksi. Apabila pada siklus pertama belum dicapai hasil yang diinginkan, maka
akan dilanjut dengan siklus kedua, demikian seterusnya hingga tujuan yang
dinginkan tercapai. Berikut penjelasan singkat mengenai tahapan- tahapan
kegiatan dalam sebuah siklus:
1. Perencanaan,
sebagai langkah awal penelitian agar proses penelitian berjalan maksimal,
diperlukan membuat perencanaan yang matang terlebih dahulu. Adapun hal- hal
yang dipersiapkan pada tahap perencanaan adalah rumusan masalah yang ingin
dipecahkan, target yang ingin dicapai, dan instrumen yang digunakan selama
proses penelitian berlangsung.
2. Tindakan,
merupakan inti dari penelitian dimana peneliti menjalankan proses pembelajaran
dengan menerapkan metode pembelajaran yang telah ditentukan. Dalam tahapan
tindakan ini peneliti berupaya maksimal untuk meningkatkan motivasi dan
prestasi belajar siswa dari satu pertemuan ke pertemuan berikutnya.
3. Observasi,
merupakan tahapan yang sangat penting dalam Penelitian Tindakan Kelas.
Observasi ini penting agar peneliti dapat menyimak dan mengevaluasi jalannya
penelitian. Dalam tahap observasi ini, peneliti dapat terlibat secara langsung
dalam kegiatan yang dikenal dengan istilah observasi partisipan dan dapat pula
hanya mengamati dari luar kegiatan atau dikenal dengan istilah observasi non
partisipan.
4. Refleksi,
merupakan tahap akhir dari siklus, yaitu mengkaji hasil pengamatan dan mengevaluasi
hal- hal yang perlu dibenahi atau dikembangkan pada pelaksanaan siklus
berikutnya jika diperlukan.
Langkah-
langkah seperti gambar di atas dapat dikembangkan lagi menjadi beberapa siklus
yang akhirnya menjadi kumpulan beberapa siklus seperti gambar berikut:
|
C.
Tempat
dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian
Tempat penelitian adalah lokasi
dimana penelitian dilaksanakan. Penelitian ini dilaksanakan di SDN ..............................................
2. Waktu
Penelitian
Waktu Penetilian Tindakan Kelas ini
dimuali pada tanggal 10 Februari dan Berakhir pada 13 April 2014. Penelitian
berlangsung pada semester genap tahun ajaran 2013/2014.
D.
Subyek
Penelitian
Subyek penelitian adalah sasaran
penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa Kelas IV SDN ...........................yang terdiri atas 40 orang siswa, 22
orang siswa laki- laki dan 18 orang siswa perempuan dengan pokok bahasan nama iman
pada Malaikat.
E.
Instrumen
Penelitian
Dalam sebuah penelitian, dibutuhkan
suatu alat yang dipakai untuk mengumpulkan data. Alat itulah yang kita sebut
dengan instrumen penelitian. Instrumen penelitian adalah pedoman tertulis
tentang wawancara, atau pengamatan, atau daftar pertanyaan yang dipersiapkan
untuk mendapatkan informasi dari responden. Instrumen itu disebut sebagai
pedoman pengamatan atau pedoman wawancara atau kuesioner atau pedoman dokumenter,
sesuai dengan metode yang dipergunakan (Gulo, 2000:123).
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2009: 148). Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data yang berkaitan
dengan judul penelitian dengan menggunakan instrumen atau alat penelitian berupa
tes, pedoman observasi dan pedoman kuesioner.
Mulyasa memberi pengertian bahwa
pedoman observasi adalah instrumen untuk mengadakan pengamatan terhadap
aktivitas dan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran, baik itu di dalam
kelas maupun di luar kelas (Mulyasa, 2009: 69). Pedoman ini dilaksanakan selama proses penelitian berlangsung.
Penulis menggunakan observasi non partisipan, yaitu tidak ikut terlibat dalam
aktivitas penerapan model pembelajaran ini, melainkan hanya mengarahkan,
mengamati dan mengevaluasi. Penulis meminta bantuan seorang pengamat untuk
melakukan pengamatan selama proses penelitian ini berlangsung.
F.
Prosedur
Penelitian
Prosedur penelitian dibutuhkan agar
penelitian berjalan dengan sistematis dan terarah. Ada tiga tahapan dalam
prosedur penelitian yakni tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap
penyelesaian.
1. Tahap
Persiapan
Pada
tahap persiapan, beberapa hal yang perlu dipersiapkan adalah: (a) Identifikasi
masalah. Peneliti mengidentifikasi masalah dan metode untuk mengatasi masalah
tersebut; (b) Peneliti menyiapkan kajian pustaka sebagai sumber referensi atau
bahan ajar selama proses penelitian, dalam hal ini bahan ajar tentang iman
kepada Malaikat; (c) Peneliti menyiapkan media pembelajaran jika dianggap perlu
untuk memaksimalkan jalanya pembelajaran; (d) Menyiapkan alat
evaluasi; (e) Mengatur posisi kelas jika dianggap perlu dan sesuai dengan prosedur
metode pembelajaran yang digunakan.
2. Tahap
Pelaksanaan
Pada
tahap pelaksanaan ini, peneliti perlu menerangkan dengan jelas kepada seluruh
siswa mengenai metode pembelajaran yang akan diterapkan. Setelah siswa memahami
alur metode pembelajaran, guru saatnya menjalankan kelas sesuai dengan metode
pembelajaran yang disepakati. Pada tahap
ini berlangsung pula observasi dan refleksi untuk mengevaluasi hal- hal yang
perlu dikembangkan atau direduksi untuk perbaikan pada siklus berikutnya.
3. Tahap Penyelesaian
Setelah
proses penelitian di kelas berakhir, maka peneliti perlu mempertanggunmgjawabkan
hasil penelitiannya dengan membuat draft atau laporan mengenai hasil
penelitiannya. Dalam prosesnya, peneliti akan menemui banyak arahan dan
perbaikan penyusunan yang kemudian disusun dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah
sesuai peruntukannya. Kemudian yanmg terakhir adalah menggandakan laporan hasil
penelitian tersebut untuk dipergunakan berbagai pihak sebagaimana mestinya.
G.
Analisis
Data
Setelah mendapatkan data- data dengan
menggunakan instrumen penelitian, maka selanjutnya data tersebut dikumpulkan
untuk selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisa kuantitatif dan analisa
kualitatif.
Untuk analisis kualitatif, menurut
Muhammad Ali, ada tiga tahapan dalam analisis data yaitu sebagai berikut:
1.
Reduksi data (data reduction), adalah proses memilih,
menyederhanakan, menfokuskan, mengabstraksi, dan mengubah data kasar yang
muncul dari catatan- catatan lapangan.
2.
Penyajian data (data display ) adalah suatu cara
merangkai data dalam suatu organisasi yang memudahkan untuk membuat kesimpulan
atau tindakan yang diusulkan.
3.
Verifikasi data
atau penarikan kesimpulan dari data yang telah dianalisis.Kesimpulan dalam
penulisan kualitatif menjadi saripati jawaban rumusan dan isinya merupakan
kristatlisasi data lapangan yang berharga bagi praktik dan pengembangan ilmu
(Ali dalam Latif, 2012: 79-80).
Selanjutnya, untuk analisis
kuantitatif, analisis data ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana
sebagai berikut:
1. Menilai
rata- rata hasil tes
|
Pada penilaian rata- rata hasil tes siswa, peneliti
menjumlah keseluruhan skor yang diperleh siswa kemudian dibagi dengan jumlah
siswa yang berpartisipasi dalam penelitian. Menghitung nilai rata- rata kelas
dapat dilihat pada rumus berikut:
Dengan:
X = Nilai rata- rata
ΣX = Total jumlah nilai siswa
ΣN =
Jumlah siswa
2.
Menilai
ketuntasan belajar
Terdapat dua aspek penilaian
terhadap ketuntasan belajar siswa, yaitu penilaian secara individual dan
penilaian secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar di
SDN Tanggul Patompo 1 Makassar untuk siswa kelas empat (IV), dinyatakan telah tuntas belajar jika skor hasil tesnya
mencapai 80% atau angka 8. Kemudian dari
skor masing- masing individu dihitung, apabila 85% dari siswa yang mengikuti
pembelajaran mencapai nilai ketuntasan belajar, maka kelas tersebut dapat
dinyatakan tuntas.
Berikut rumus menentukan
ketuntasan belajar secara klasikal.
3. Menilai
prestasi belajar
Kriteria yang digunakan untuk
mengukur hasil belajar siswa adalah kriteria penilaian standar yang diungkapkan
Arikunto dalam Yaumi (201: 162)
Tabel 2. Acuan Kriteria Penilaian
ANGKA 100
|
ANGKA 10
|
KETERANGAN
|
0-54
|
0-5.4
|
Sangat Rendah
|
55-64
|
5.5-6.4
|
Rendah
|
65-79
|
6.5-7.9
|
Sedang
|
80-89
|
8.0-8.9
|
Tinggi
|
90-100
|
9.0-10
|
Sangat Tinggi
|
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil
penelitian ini dibuat berdasarkan data yang diperoleh dengan menggunakan
berbagai instrumen penelitian selama Penelitian Tindakan Kelas dengan
menggunakan Metode Pembelajaran Kooperatif
Model Make a Match pada siswa
Kelas IV SDN Tanggul Patompo 1 Kota Makassar. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak
dua siklus dengan menganalisis aktivitas pembelajaran dan hasil tes awal, tes
akhir siklus I dan tes akhir Siklus II.
A.
Hasil Kuantitatif Belajar Siswa
1.
Analisis deskriptif
prestasi belajar sebelum menggunakan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match.
Berdasarkan analisis deskriptif tes
awal, prestasi belajar siswa sebelum menggunakan Metode Pembelajaran
Kooperatif Model Make a Match dapat dilihat pada tabel berikut:
Statistik
|
Nilai Statistik
|
Subjek
Skor ideal
Skor maksimum
Skor Minimum
Rentang Skor
Skor rata-rata
|
40
10
8.5
6.5
2
7.48
|
Tabel 3. Statistik
Skor Penguasaan Siswa sebelum Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make
a Match.
Pada tabel 3
menunjukkan bahwa skor rata- rata prestasi belajar PAI sebelum menggunakan Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match adalah 7.48 dari skor ideal
10. Banyaknya siswa yang tuntas sebanyak 13 orang atau hanya 37.8% dari
keseluruhan jumlah siswa, sedangkan yang tidak tuntas sebanyak 27 orang atau
62.2 % dari keseluruhan jumlah siswa. Skor maksimal yang diperoleh siswa pada
tes awal adalah 8.5 dan skor minimum yang diperoleh siswa adalah 6.5.
Apabila kemampuan siswa
menyelesaikan soal- soal pada tes awal dianalisis, maka persentase ketuntasan
belajar siswa pada tes awal dapat dilihat pada tabel berikut.
Skor
|
Frekuensi
|
Persentase
|
Kategori
|
0<x
< 7.9
8<x<10
|
27
13
|
67.5%
32.5%
|
Tidak tuntas
Tuntas
|
Tabel
4. Ketuntasan Belajar Siswa pada Tes Awal sebelum Menerapkan Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa pada tes awal persentase
ketuntasan siswa sebesar 32,5% yaitu 13 dari 40 siswa termasuk dalam kategori
tuntas, sedangkan 67,5 % yaitu 27 dari 40 siswa termasuk dalam kategori tidak
tuntas.
Kategori hasil belajar siswa sebelum
diterapkan Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match dapat dilihat pada table berikut.
SKOR
|
FREKUENSI
|
KETERANGAN
|
0-5.4
|
0
|
Sangat Rendah
|
5.5-6.4
|
0
|
Rendah
|
6.5-7.9
|
27
|
Sedang
|
8.0-8.9
|
13
|
Tinggi
|
9.0-10
|
0
|
Sangat
Tinggi
|
Tabel
5. Kategori Prestasi Belajar Siswa sebelum Menerapkan Metode Pembelajaran
Kooperatif Model Make a Match.
Dari
tabel di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil pre test, kategori prestasi
belajar PAI siswa adalah tidak ada siswa dalam kategori sangat rendah,tidak ada
siswa dalam kategori rendah, 27 siswa dalam kategori sedang, 13 siswa dalam
kategori tinggi, dan tidak ada siswa
yang mencapai kategori sangat tinggi.
2.
Analisis deskriptif hasil tes akhir siklus I
a.
Perencanaan Tindakan
Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis mempersiapkan
seluruh kebutuhan yang terkait dengan penelitian terlebih dahulu, yaitu: bahan
pretest dan postest, RPP, lembar observasi dan alat pendukung lainnya berupa kartu
bermain. Pada siklus ini, penulis
merancang tiga kali pertemuan.
b.
Pelaksanaan Tindakan
Pertemuan
I
Pada pertemuan pertama, siswa mulai diberikan bahan ajar dengan
pokok bahasan iman kepada Malaikat dengan menerapkan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make
a Match. Penulis
menyediakan kartu yang berisi soal dan jawaban dengan jumlah kartu sebanyak
jumlah siswa. Di akhir pembelajaran, terbentuk pasangan siswa yang memegang
kartu soal dan jawaban yang dianggap sepadan.
Pertemuan II
Sama
halnya dengan pertemuan pertama, pada pertemuan kedua siswa diberikan materi
pelajaran pokok bahasan iman kepada Malaikat. Hampir tidak ada perbedaan
penerapan pada pertemuan pertama dan kedua. Penulis berupaya untuk
mengadaptasikan terlebih dahulu siswa dengan metode ini agar dapat berjalan
sesuai langkah- langkahnya.
Pertemuan
III
Pada pertemuan
ketiga ini, penulis memberi hadiah bagi pasangan yang dapat menemukan kartu
pasangannya paling cepat. Tidak jauh berbeda dengan pertemuan sebelumnya, siswa
diberikan materi dengan menerapkan Metode Pembelajaran
Kooperatif Model Make a Match dan latihan menjawab soal sebagai evaluasi
siklus I.
c.
Observasi
Berdasarkan pada
observasi yang dibuat oleh penulis, data yang didapatkan adalah sebagai
berikut:
1) Pada siklus pertama pertemuan pertama, terlihat siswa lebih tertarik dari sebelumnya. Mereka senang
dengan tersedianya kartu sebagai media pendukung. Penulis masih membutuhkan
usaha maksimal untuk mengatur siswa karena bagi siswa pengalaman ini adalah
yang pertama kali bagi mereka, yaitu mendapatkan materi pelajaran dengan
menggunakan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make
a Match.
2)
Pada pertemuan kedua siklus I, siswa nampak lebih siap
menerima pelajaran Pendidikan Agama Islam. Siswa dengan semangat menanti
instruksi penulis untuk memulai pelajaran. Kartu soal dan jawaban yang penulis
sediakan terbuat dari karton dengan berbagai warna menarik. Siswa nampak senang
berlomba menemukan siswa pasangan mereka. Bagi pasangan yang telah terbentuk,
mereka dengan segera tanpa diarahkan lagi menuju pojok kelas yang telah
disediakan.
3)
Pada pertemuan ketiga siklus I, penulis
menanyakan perasaan siswa dengan Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match. Hampir secara serentak
mereka menyatakan suka dengan metode ini. Di akhir pembelajaran pada pertemuan
ketiga ini, penulis memberi kuis kepada murid dengan soal yang terkait materi
ajar.
d.
Refleksi dan Evaluasi
Dari pengamatan pada
siklus pertama, penulis menyimpulkan bahwa metode ini sangat tepat diterapkan
di kelas. Siswa bersemangat menjalani jam pelajaran, berbeda dengan waktu-
waktu sebelumnya. Hanya saja secara hasil belajar, ketuntasan belajar secara
klasikal belum tercapai pada siklus ini, sehingga penulis memandang perlu untuk
melanjutkan penelitian ke siklus ke dua.
Pada
siklus ini dilaksanakan tes prestasi belajar yang berbentuk ulangan harian.
Adapun analisis deskriptif skor perolehan siswa setelah Metode Pembelajaran
Kooperatif Model Make a Match selama siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:
Satistik
|
Nilai
statistik
|
Subjek
Skor Ideal
Skor Maksimum
Skor Minimum
Rentang Skor
Skor Rata- Rata
|
40
10
9.5
7.25
2.25
8,13
|
Tabel
6. Statistik Skor Penguasaan Siswa pada Tes Siklus I
Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa
skor rata- rata prestasi belajar PAI setelah diterapkan Metode Pembelajaran
Kooperatif Model Make a Match pada siklus I adalah 8.13 dari skor ideal 100. Skor
rata- rata yang diperoleh siswa pada tes siklus I sudah mengalami peningkatan
dimana skor rata- rata meningkat dari 7.48 pada tes awal menjadi 8.13 pada siklus
I
Apabila kemampuan siswa
menyelesaikan soal- soal pada tes siklus I dianalisis maka persentase
ketuntasan belajar siswa pada tes siklus I dapat dilihat pada tabel berikut.
Skor
|
Frekuensi
|
Persen
|
Kategori
|
0< x < 7.9
8<x < 10
|
12
28
|
30%
70%
|
Tidak tuntas
Tuntas
|
Tabel 7. Tabel
Distribusi Frekuensi Ketuntasan Belajar Siswa ada Tes Siklus I
Dari tabel tersebut
menunjukkan bahwa pada tes siklus I persentase ketuntasan siswa sebesar 70%
yaitu 28 dari 40 siswa termasuk dalam kategori tuntas, sedangkan 30 % yaitu 12
dari 40 siswa termasuk dalam kategori tidak tuntas, artinya dari 40 siswa
terdapat sebagian kecil yang belum tuntas dan memerlukan perbaikan pada siklus
II.
Kategori hasil belajar siswa setelah diterapkan Metode Pembelajaran
Kooperatif Model Make a Match siklus 1 dapat dilihat pada tabel
berikut.
SKOR
|
FREKUENSI
|
KETERANGAN
|
0-5.4
|
0
|
Sangat
Rendah
|
5.5-6.4
|
0
|
Rendah
|
6.5-7.9
|
12
|
Sedang
|
8.0-8.9
|
23
|
Tinggi
|
9.0-10
|
5
|
Sangat
Tinggi
|
Tabel 8. Kategori Prestasi Belajar
Siswa setelah Menerapkan Metode Pembelajaran Tipe Jigsaw pada Siklus I.
Dari
tabel di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil tes pada siklus I, kategori
prestasi belajar PAI siswa adalah tidak ada siswa yang berada pada kategori
sangat rendah dan kategori rendah, 12 orang siswa dalam kategori sedang, 23
orang siswa dalam kategori tinggi, dan 5 orang orang siswa yang mencapai
kategori sangat tinggi.
3. Analisis deskriptif Hasil Tes Akhir Siklus
II
a.
Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan pada siklus II, penulis
merancang pembelajaran dengan lebih matang agar pada siklus ke dua, tujuan dari
Penelitian Tindakan Kleas ini dapat tercapai. Penulis menyediakan bahan ajar
dan media yang lebih variatif untuk lebih meningkatkan motivasi belajar siswa.
b.
Pelaksanaan Tindakan
Pertemuan
pertama
Pertemuan pertama pada siklus II, penulis mengubah
sistem pencarian pasangan sebagaimana pada siklus pertama. Pada siklus ke dua, siswa tidak hanya mencari seorang siswa yang
sepadan dengan soal atau jawaban yang dimilikinya, akan tetapi, siswa diminta
saling menemukan satu sama lain dengan siswa yang memiliki topik yang sama yang
mana untuk setiap topik terdiri atas beberapa orang. Pada akhirnya terbentuk
beberapa kelompok, bukan kali pasangan sebagaimana pada siklus 1.
Pertemuan kedua
Pada
pertemuan kedua,
metode mencari pasangannya masih sama dengan pertemuan pertama. Siswa terlihat
sangat menikmati jalannya pembelajaran. Terlihat jelas, siswa yang semula pasif
berubah menjadi aktif. Di sela- sela pembelajaran, penulis memberikan dorongan
dan pujian atas keaktifan mereka di kelas.
Pertemuan ketiga
Pertemuan ketiga siklus
kedua adalah pertemuan terakhir siswa diberi tindakan. Kalau pada pertemuan
siklus 1 siswa diminta mencari seorang pasangan, lalu pada siklus kedua
pertemuan pertama dan kedua siswa diminta mencari beberapa teman kelompok, maka
pada pertemuan ke tiga siswa diminta mencari teman kelompoknya yang sepadan
sebanyak separuh dari jumlah siswa. Artinya adalah hanya terbentuk dua kelompok
besar di akhir pembelajaran, dan salah satu dari kelompok mewakili kelompoknya
menyampaikan hasil temuannya yang untuk selanjutnya dinilai oleh guru, dalam
hal ini oleh penulis sendiri. Penulis juga menyediakan hadiah bagi kelompok yang
paling cepat dan tepat.
Pertemuan
keempat atau post
test
Pada pertemuan
keempat, penulis memberikan post test untuk mengukur prestasi belajar mereka.
Penulis juga memberi kuesioner untuk mengukur motivasi belajar Pendidikan Agama
Islam mereka dengan diterapkannya Metode Pembelajaran
Kooperatif Model Make a Match.
c.
Observasi
Berdasarkan pada observasi yang
penulis buat pada siklus kedua, maka data yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
1) Pada pertemuan pertama, siswa nampak sangat
bersemangat dari awal hingga akhir pembelajaran. Terjadi
interaksi positif baik antar guru dengan siswa maupun antar siswa dengan siswa
yang lainnya.
2)
Pada pertemuan kedua siswa
tidak lagi canggung berinteraksi, saling bertanya, bertegur sapa dengan murid
yang pendiam sekalipun. Penulis juga banyak melemparkan pertanyaan- pertanyaan
kepada siswa jikalau siswa mengalami kendala.
3) Pertemuan ketiga, kegaduhan di kelas semakin bertambah. Namun
penulis memandang kegaduhan tersebut sebagai sesuatu yang positif. Siswa dengan
antusias menggabungkan diri mereka ke dalam kelompok yang mereka anggap sesuai
dengan kartu yang mereka miliki. Sangat jelas terlihat kepuasan pada diri siswa
di akhir kelas dan keinginan mereka untuk belajar dengan menggunakan Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match.
d.
Refleksi dan Evaluasi
Penulis menilai bahwa pada siklus kedua, peningkatan motivasi
dan prestasi belajar siswa meningkat dengan pesat. Baik dianalisis secara
kualitatif maupun kuantitatif, hasil yang ditujukkan oleh siswa setelah
pelaksanaan siklus kedua sangat bagus. Penulis menilai tujuan yang ingin
dicapai dari pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ini telah tercapai pada
putaran siklus kedua.
Berikut data statistik perolehan
nilai siswa pada siklus II
Statistik
|
Nilai
Statistik
|
Subjek
Skor Ideal
Skor Maksimum
Skor Minimum
Rentang Skor
Skor Rata- Rata
|
40
10
9.75
8
1.75
8.74
|
Tabel
9. Data Statistik Skor Penguasaan Siswa
pada Tes Siklus II
Tabel 9 menunjukkan
bahwa skor rata- rata prestasi belajar PAI setelah diterapkan Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match pada siklus II adalah 8.74
dari skor ideal 10.
Apabila kemampuan siswa
menyelesaikan soal- soal pada tes siklus II dianalisis, maka persentase
ketuntasan belajar siswa pada tes siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.
Skor
|
Frekuensi
|
Persentase
|
Kategori
|
0< x 7.9
8.0 < x < 10
|
0
40
|
0
100
|
Tidak Tuntas
Tuntas
|
Tabel
10. Tabel distribusi frekuensi ketuntasan belajar siswa pada tes siklus II
Dari tabel distribusi di atas, dapat
dilihat bahwa banyaknya siswa yang tuntas 40 siswa, dengan persentase 100 %.
Dari tes siklus I ke tes siklus II mengalami peningkatan yaitu dari 28 siswa
yang tuntas pada tes siklus I meningkat pada tes siklus II menjadi 40 siswa.
Siswa yang sebelumnya tidak tuntas sejumlah 12 orang, pada tes akhir siklus II
menjadi tuntas. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa seluruh siswa Kelas IV
SDN ...................................................mencapai nilai standar
KKM setelah diterapkannya Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make
a Match siklus II.
Kategori hasil belajar siswa siklus II pada penerapan Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match dapat dilihat pada tabel berikut.
SKOR
|
FREKUENSI
|
KETERANGAN
|
0-5.4
|
0
|
Sangat Rendah
|
5.5-6.4
|
0
|
Rendah
|
6.5-7.9
|
0
|
Sedang
|
8.0-8.9
|
23
|
Tinggi
|
9.0-10
|
17
|
Sangat Tinggi
|
Tabel 11. Kategori
Prestasi Belajar Siswa setelah Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make
a Match pada Siklus II.
Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil tes pada siklus II, kategori prestasi
belajar PAI siswa adalah 0 siswa dalam kategori sangat rendah, 0 siswa dalam
kategori rendah, 0 siswa dalam kategori sedang, 23 siswa dalam kategori tinggi,
dan 17 orang siswa yang mencapai kategori sangat tinggi.
B. Hasil Analisis
Kualitatif
Hasil data kuantitatif menggambarkan
bagaimana metode yang diterapkan mampu meningkatkan prestasi belajar PAI siwa.
Adapun hasil data kualitatif untuk menggambarkan kualitas siswa dari segi
motivasi belajar dan keaktifan kelas.
Berikut ini adalah data perubahan
siswa selama proses kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match.
1.
Kehadiran siswa
dari pertemuan pertama hingga akhir sangat maksimal yaitu 100%. Semua siswa
mengikuti jalannya penelitian dari pra siklus hingga post test pada siklus
kedua.
2.
Siswa yang
memperhatikan jalannya proses pembelajaran meningkat dari 51% pada pra siklus
menjadi 75% pada siklus I dan kemudian meningkat lagi menjadi 100% pada siklus
II. Peningkatan ini dikarenakan siswa merasa lebih nyaman dan seru dalam
belajar, sebagaimana kecondongan siswa pada usia sekolah dasar yaitu
kecondongan untuk belajar sambil bermain.
3.
Siswa yang
meninggalkan aktivitas negatif selama proses pembelajaran seperti bermain,
menggambar dan bercerita, meningkat dari 52,5% pada siklus I menjadi 90% pada siklus II. Siswa
menemukan bahwa belajar dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match menyenangkan layaknya
sedang bermain dengan teman.
4.
Siswa yang
aktif dalam mengerjakan tugas pada saat pemberian tugas meningkat dari 57% pada
siklus I menjadi 100% di siklus II. Hal ini membuktikan bahwa motivasi belajar siswa
meningkat dengan Metode Pembelajaran Kooperatif
Model Make a Match ini.
5.
Siswa yang
mampu menjawab atau mengerjakan soal mengalami peningkatan dari 70% siklus I menjadi
100% di siklus II.
6.
Siswa yang
masih perlu bimbingan dalam mengerjakan soal latihan mengalami penurunan yang
signifikan dari 30% pada siklus I menjadi 92% pada siklus II.
C. Refleksi
Terhadap Pelaksanaan Tindakan
1.
Sejak awal penerapan
Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match ini, siswa telah
menampakkan ketertarikannya meskipun penulis masih membutuhkan pengarahan yang
lebih karena metode ini adalah pertama kalinya bagi mereka. Setelah siswa
terbiasa dan lebih memahami alur pelaksanaan Metode Pembelajaran
Kooperatif Model Make a Match, penulis memiliki ruang lebih luas untuk mengamati dan
mengevaluasi hal-hal yang dianggap perlu untuk dibenahi pada pertemuan
berikutnya. Pandangan siswa terhadap penerapan Metode Pembelajaran
Kooperatif Model Make a Match sangat positif. Siswa memberikan respon yang sangat
baik. Hal ini terlihat dari bagaimana mereka melibatkan diri selama proses
pembelajaran berlangsung dan terlihat dari hasil kuesioner yang diberikan
kepada mereka.
D. Pembahasan
1.
Motivasi
Belajar Siswa dengan Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make
a Match.
Setelah melakukan
pengamatan mendalam terhadap siswa yang menjadi subyek penelitian pada Penelitian
Tindakan Kelas selama dua bulan dengan menggunakan Metode Pembelajaran
Kooperatif Model Make a Match, penulis dapat menyimpulkan bahwa motivasi belajar
siswa meningkat pesat dibandingkan dengan pengalaman belajar sebelumnya.
Indikasi meningkatnya
motivasi belajar PAI siswa adalah adanya peningkatan dari beberapa aspek, yaitu
hidupnya suasana kelas, partisipasi aktif siswa, kemampuan menyelesaikan soal-
soal yang diberikan, dan penurunan aktivitas negative selama proses
pembelajaran berlangsung.
Metode belajar yang
terasa sambil bermain ini menjadikan siswa menikmati kelas pembelajaran. Dampak
positif lain yang dihasilkan dari metode ini adalah meningkatnya rasa percaya
diri siswa dalam berinteraksi dan tampil di depan kelas. Hal tersebut tidak
terlepas dari interaksi mendalam dengan siswa lainnya dan penguasaan mereka
terhadap materi.
2.
Prestasi
Belajar Siswa dengan Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make
a Match.
Prestasi belajar siswa
terlihat meningkat dengan cukup signifikan setelah mendapatkan perlakuan dengan
Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match. Berdasarkan pada indikator
keberhasilan, siswa dikatakan tuntas apabila memperoleh skor minimal 8 dari
skor ideal dan tuntas belajar secara klasikal apabila 85% dari keseluruhan
jumlah siswa mencapai nilai ketuntasan belajar. Hasil akhir analisis data
menunjukkan bahwa siswa Kelas IV SDN Tanggul Patompo 1 Makassar tahun ajaran
2013/2014 telah mencapai tuntas, baik secara individual maupun secara klasikal.
Persentase peningkatan
prestasi belajar siswa dapat dilihat sebagai berikut:
a. Berdasarkan
nilai rata-rata kelas siswa, secara berurut dari pra siklus, siklus I, dan
siklus II adalah 7.48 > 8.13 >
8.74.
b. Berdasarkan
nilai ketuntasan belajar, secara berurut dari pra siklus, siklus I, dan siklus
II adalah 32.5% > 70% > 100%.
c. Berdasarkan
kategori prestasi belajar siswa, secara berurut, jumlah siswa dari kategori
rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi adalah 0, 27, 13, dan 0 orang siswa
pada pra siklus. Kemudian 0, 12, 23, dan 0 orang siswa pada siklus I. Kemudian
pada siklus II, sudah tidak ada lagi siswa yang berada pada kategori rendah dan
sedang. Kategori yang terisi hanya pada kategori tinggi sebanyak 23 orang siswa
dan kategori sangat tinggi sebanyak 17 orang siswa.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
Setelah
uraian- uraian dari bab awal hingga bab akhir, berikut ini adalah kesimpulan dari
seluruh pembahasan- pembahasan yang terdahulu sekaligus menjawab masalah-
masalah yang diuraikan di rumusan masalah, yaitu:
1. Motivasi
belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam meningkat dengan
sangat baik dengan menerapkan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make
a Match.
2. Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make
a Match memiliki dampak yang sangat terlihat pada peningkatan prestasi
belajar PAI siswa. Hal tersebut ditandai dengan
dengan meningkatnya nilai rata- rata kelas siswa, meningkatnya kategori
prestasi belajar siswa, dan tercapainya nilai ketuntasan minimal baik secara
individual maupun secara klasikal.
3. Penerapan
Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match memiliki dampak positif
lainnya selain pada peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa. Dampak
tersebut di antaranya adalah meningkatnya rasa percaya diri siswa, interaksi
antar siswa menjadi lebih harmonis dan menyenangkan, dan kebiasaan- kebiasaan
negatif di kelas menjadi berkurang.
B.
Saran
Sebagaimana
penulis berlapang dada menerima saran atau masukan dari berbagai pihak, penulis
pun ingin menyampaikan beberapa saran terkait dengan Penelitian Tindakan Kelas
ini. Beberapa saran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan
Metode Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match memerlukan pengaturan yang
baik, karena jika tidak, kelas hanya akan menjadi gaduh tanpa didapatkan hasil
yang diinginkan.
2. Dalam
penerapannya, terdapat beberapa langkah yang mempunyai durasi waktu masing-
masing. Seorang guru harus mampu mengalokasikan waktu yang tepat sesuai dengan
langkah- langkah yang ada agar proses pembelajaran berjalan efektif.
3. Bagi
penulis atau peneliti selanjutnya, disarankan untuk memperkaya referensi dan
pengamatan pada penelitian sebelumnya agar dapat melakukan penelitian yang
lebih baik sehingga khasanah keilmuan kita mengenai Metode Pembelajaran
Kooperatif Model Make a Match ini lebih luas ke depannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, et.al. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
Bumi Aksara.
Astuti, Endang Sri dan
Resminingsih. 2010. Bahan Dasar untuk
Pelayanan Konseling pada Satuan Pendidikan Menengah. Jakarta: PT Grasindo.
Azizy,
Qodry. 2003. Pendidikan Agama Untuk
Membangun Etika Sosial, Mendidik Anak Sukses Masa Depan: Pandai dan Bermanfaat.
Semarang: Aneka Ilmu.
Departemen
Agama RI. 2001. Metodologi Pendidikan
Agam Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
--------. 2002. Metodologi Pendidikan Agam Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarata: Balitbang Depdiknas.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Dzaki, M.F. (2009). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (membuat pasangan) – Langkah-Langkah
Pembelajaran (online), (http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-make.html
diakses 22 April 2013)
Fitrianti. 2016. Sukses Profesi Guru dengan Penelitian
Tindakan Kelas. Yogyakarta: Deeppublish
Gulo, W. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT
Grasindo
Hakim,
Thursan. 2000. Belajar Secara Efektif, Panduan Menemukan Teknik Belajar. Jakarta: Puspa
Swara.
Hapsari, Sri. 2005. Bimbingan dan Konseling SMA. Jakarta: PT
Grasindo.
Huda, Miftahul. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Irmin,
S., et al. 2004. Menjadi Guru yang Bisa Digugu dan Ditiru. Syeima Media
Kagan, Spencer. 2013. Kagan Cooperative Learning Structures. California: Kagan Publishing
Kementrian Agama RI. 2010. Syamil
al Qur’an Terjemah Tafsir Perkata. Jakarta: Sigma Examedia Arkanleema.
Hariandja, Marihot Tua Efendi. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: PT Grasindo
Latif, Yulmiati
Liem, Anita.
2008. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-
Ruang Kelas. Jakarta: PT Grasindo.
Olivia,
Femi. 2011. Tools for Study Skills,
Teknik Ujian Efektif. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Petersen, Lindy.2008. Bagaimana
Memotivasi Anak Belajar, STOP and THINK Learning. Jakarta: PT Grasindo
Ramadhan, Tarmizi. 2008. Pembelajaran
Kooperatif Make a Match. (http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-make-a-match
diakses 20 April 2013)
Republik Indonesia.Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2005. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Rohani, A. 2004. Pengelolaan
Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Sanjaya, Wina. 2010. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Sindonews. Kejahatan Anak.
http://metro.sindonews.com/topic/919/kejahatan-anak.
Diakses pada 20 Oktober 2016.
Sudjana, Nana.
2009. Cara Belajar Murid Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Sinar Baru Algesindo.
Syah, Muhibbin.
2006. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wikipedia. Pengertian Motivasi. https://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi.
Diakses pada 19 Oktober 2016.
Bagikan
PTK MODEL MAKE A MATCH
4/
5
Oleh
Unknown