PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN
HASIL PENELITIAN
Diajukan sebagai Satu Syarat
Pengembangan Profesi Guru dan
Dipergunakan untuk Kenaikan Pangkat
dan Golongan
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, alhamdulillahilladzi bini’matihi
tatimmushalihat. Segala puji
hanya milik Allah Sang Penguasa semesta alam yang menjadikan segala urusan
menjadi baik yang dengan karuniaNya semata, penulis dapat menyelesaikan laporan
PTK ini dengan judul “Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa Kelas V pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah
Dasar Negeri ………”
Penulisan
Laporan PTK ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan kenaikan
pangkat dari Golongan IV/a ke IV/b.
Dalam
proses penyusunan Laporan PTK ini, berbagai tantangan dan hambatan penulis
hadapi, namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat, bahkan menjadi motivasi
bagi penulis untuk mempersembahkan karya terbaik kepada institusi ini demi masa
depan pendidikan yang lebih cerah.
Akhirnya,
sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, Laporan PTK ini tentunya
masih memiliki sisi- sisi yang perlu dibenahi, oleh sebab itu, penulis berbesar
hati untuk menerima segala masukan ataupun kritikan yang membangun dari
berbagai pihak. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini membawa manfaat bagi setiap
individu dan dapat dimanfaatkan dalam upaya meningkatkan kualitas bangsa dan
negara.
Makassar, Desember 2016
Penulis
ABSTRAK
…….., 2016. Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas V pada Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Negeri ……………... Penelitian
Tindakan Kelas
Kata Kunci: Pembelajaran PAI, Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pada semua
jenjang pendidikan, fungsi dan tujuan pendidikan tersebut jelas termaktub dalam
undang- undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sebagaimana fungsi
pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik, maka tentunya pihak akademisi bertanggung
jawab besar mengelola pendidikan ini dengan maksimal.
Karya Tulis
Ilmiah ini merupakan hasil Penelitian Tindakan Kelas yang berdasar pada rumusan
permasalahan: a) Bagaimanakah motivasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan
diterapkannya Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada siswa Kelas V SDN ……….., b) Bagaimanakah peningkatan
prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan diterapkannya Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
pada siswa Kelas V ………..
Tujuan dari
Penelitian Tindakan Kelas ini adalah: a) Untuk mengetahui motivasi belajar Pendidikan Agama Islam
dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
pada siswa Kelas V SDN …….., b) Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar
Pendidikan Agama Islam dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada siswa Kelas V SDN ……….., c)
Untuk menyempurnakan penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam dalam rangka
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa Kelas V SDN ………...
PTK ini
dilaksanakan sebanyak dua siklus atau dua kali putaran. Setiap siklus terdiri
atas empat tahapan yaitu: a) Perencanaan, b) Tindakan, c) Observasi, dan d)
Refleksi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas V SDN ……….. Data diperoleh
dari lembar tes hasil ulangan di akhir siklus dan , data kuesioner data
observasi selama proses pembelajaran.
Dari hasil
analisis data didapatkan bahwa motivasi belajar siswa meningkat dari pra siklus
hingga siklus II. Prestasi belajar siswa juga meningkat dari pra siklus, siklus
I hingga siklus II yang secara berurut yaitu: 7.75 > 8.36 > 8.9 untuk nilai rata- rata kelas
dan 37.8% > 75.7% > 100 untuk
ketuntasan belajar secara klasikal.
Simpulan dari
penelitian ini adalah Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw berdampak positif bagi peningkatan motivasi dan prestasi
belajar PAI Siswa Kelas V SDN ………………
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul……………………………………………………………… i
Halaman
Pengesahan………………………………………………………. ii
Kata
Pengantar……………………………………………………………… iii
Abstrak……………………………………………………………………… iv
Daftar
Isi……………………………………………………………………. v
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah……………………………………….. 1
B.
Rumusan
Masalah……………………………………………… 4
C.
Batasan
Masalah……………………………………………….. 4
D.
Tujuan
Penelitian………………………………………………. 5
E.
Manfaat
Penelitian……………………………………………… 5
F.
Defenisi
Operasional Variabel…………………………………. 6
BAB II KAJIAN
PUSTAKA
A.
Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam………………………. 8
B.
Motivasi
Belajar………………………………………………… 11
C.
Prestasi
Belajar…………………………………………………. 12
D.
Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw………………... 15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian…………………………………………………. 21
B.
Rancangan
Penelitian………………………………………….. 22
C.
Tempat
dan Waktu Penelitian…………………………………. 25
D.
Subyek
Penelitian………………………………………………. 25
E.
Instrumen
Penelitian…………………………………………… 25
F.
Prosedur
Penelitian…………………………………………….. 26
G.
Analisis
Data…………………………………………………… 27
BABIV HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Kuantitatif Belajar Siswa…………………………………
30
B.
Hasil
Analisis Kualitatif……………………………………….. 41
C.
Refleksi
terhadap Pelaksanaan Tindakan………………………
42
D.
Pembahasan…………………………………………………….. 43
BAB V SIMPULAN
DAN SARAN
A.
Simpulan……………………………………………………….. 46
B.
Saran……………………………………………………………. 47
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………. 48
LAMPIRAN………………………………………………………………… 50
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
1400
tahun yang lalu, Allah rabbul ‘izzati
mengutus seorang rasul yang mulia, Nabi Muhammad bin Abdullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk
menjadi teladan yang baik bagi seluruh ummat manusia, menuntun kepada jalan
iman dan takwa untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
Menjadi
hamba yang beriman dan bertakwa bukan sebuah pilihan melainkan sebuah kewajiban
yang harus ditegakkan dalam diri setiap manusia. Bukan semata tugas ulama, atau
sebatas tanggung jawab orang tua, akan tetapi menjadi tugas setiap elemen,
tidak terkecuali elemen pendidikan formal, sebagai sentral pembinaan generasi
ummat dan bangsa.
Pendidikan
formal, dalam hal ini sekolah, menjadi sarana yang menjembatani kesuksesan
setiap orang sehingga ia menjadi pusat perhatian dari semua kalangan. Sekolah
tidak hanya dihuni oleh masyarakat berkelas atau khusus didermakan kepada
rakyat menengah ke bawah. Sekolah tidak juga dibangun sebagai panti
rehabilitasi bagi orang- orang bermasalah, atau disediakan hanya bagi mereka
yang baik- baik saja. Sekolah adalah untuk semua, sebagai lembaga yang
bertanggung jawab mencetak Sumber Daya Manusia berkualitas.
Di
berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, pendidikan bangku sekolah memiliki
beberapa jenjang, dimulai dari jenjang Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.
Jenjang Sekolah Dasar yang mana siswanya adalah mereka yang masih berada pada
fase kanak- kanak, harus mendapatkan perhatian yang maksimal. Sekolah Dasar
merupakan institusi pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan selama enam
tahun, pada dasarnya bertugas memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa
dalam berbagai keterampilan, sikap, dan nilai- nilai sebagai bekal hidup
bermasyarakat dan bekal awal untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.
Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 26 ayat
(1) menjelaskan sebagai berikut.
Standar kompetensi
lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. (Republik Indonesia,
2005:14)
Salah
satu mata pelajaran pokok yang diberikan kepada siswa pada jenjang Sekolah
Dasar untuk mencapai tujuan dari standar kompetensi tersebut adalah Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam (selanjutnya disingkat PAI).
Mata
Pelajaran PAI harus diselenggarakan secara maksimal agar dapat membentuk
pribadi yang beriman dan berakhlak
mulia. Seorang guru PAI harus berfikir dan bekerja keras untuk meningkatkan
prestasi belajar siswa, baik prestasi yang terukur secara lisan, tulisan,
maupun amal perbuatan. Langkah awal untuk meningkatkan prestasi siswa adalah
dengan menjadikan PAI sebagai mata pelajaran yang menyenangkan untuk
dipelajari. Namun, terlihat di lapangan, siswa cenderung menjalani proses
pembelajaran PAI dengan apa adanya, yang mana hal tersebut adalah imbas dari
guru yang juga menjalankan perannya apa adanya. Kondisi tersebut pada akhirnya
menjadikan tujuan dari pembelajaran PAI tidak tercapai, sehingga ditemukan
siswa- siswa yang jauh dari nilai- nilai moral dan agama.
Siswa
tidak pernah dididik atau dibiasakan untuk kreatif dan inovatif serta
berorientasi pada keinginan untuk tahu (curiousity
atau hirs). Kurangnya perhatian
terhadap aspek ini menyebabkan anak hanya dipaksa menghafal dan menerima apa
yang dipaketkan guru. Anak tidak diberi ruang untuk berfikir dan berinovasi,
apalagi sampai menemukan sesuatu yang baru (discovery).
Padahal menurut teori belajar, seperti diungkapkan oleh Alfred N. Whitehead
(1957), pendidikan yang baik adalah memberikan kesempatan dan pengalaman anak
pada the joy of discovery (indahnya
penemuan baru). Pengalaman ini baru dapat terlaksana jika pembelajaran yang
berlangsung di kelas/ sekolah memberikan ruang bebas bagi setiap siswa untuk
menciptakan curiousity (Qodry,
2003:12).
Berlatar
pada kondisi pembelajaran PAI sebagaimana penulis gambarkan di atas, maka
penulis memiliki dorongan yang kuat untuk mengangkat judul “Penerapan Metode Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
di Kelas V Sekolah Dasar Negeri ……………………” dalam penelitian ini, yang diharapkan
mampu menjadi salah satu referensi yang tepat untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa pada Mata Pelajaran PAI.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah
motivasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan diterapkannya Metode Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw pada siswa
Kelas V SDN ……………..?
2. Bagaimanakah
peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan diterapkannya Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
pada siswa Kelas V SDN ……………….?
C.
Batasan
Masalah
1. Penelitian
ini hanya dikenakan pada siswa Kelas V SDN ……………...
2. Penelitian
ini diselenggarakan pada Bulan September semester ganjil tahun pelajaran………..
3. Materi
yang disampaikan dalam penelitian ini adalah hidup sederhana dan ikhlas
D.
Tujuan
Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui motivasi belajar Pendidikan
Agama Islam dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada siswa Kelas V SDN ………….
2. Untuk
mengetahui peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan Metode Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw pada siswa
Kelas V SDN ………………..
3. Untuk
menyempurnakan penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam dalam rangka meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar siswa Kelas V SDN ……………..
E.
Manfaat
Penelitian
Penyusunan
karya tulis ilmiah sebagai hasil dari penelitian penulis ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk:
1. Membuka
mata guru terhadap kondisi penyelenggaraan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
di sekolah dasar yang belum ideal untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam itu sendiri.
2. Menambah
referensi guru dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa, baik pada jenjang sekolah dasar maupun
pada jenjang sekolah lanjutan.
3. Memotivasi
guru Pendidikan Agama Islam untuk menerapkan metode pembelajaran yang tepat
agar dapat tercapai tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam itu sendiri.
4. Menambah
referensi karya ilmiah metode pembelajaran yang tepat untuk Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam yang
dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang membutuhkan.
F. Defenisi
Operasional Variabel
Untuk
menghindari kesalahan persepsi terhadap judul penelitian ini, maka diperlukan
uraian defenisi operasional sebagai berikut:
1.
Metode Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw
Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw adalah suatu
tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu
kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw merupakan tipe
pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri
dari 4–6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang
positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang
harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang
lain (Ridho, (http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-Indonesia/Tipepembelajaran,
2011) diakses pada 28 Oktober 2016)
2. Prestasi
belajar
Prestasi belajar merupakan gabungan dari dua kata yang
berbeda, yaitu prestasi dan belajar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
prestasi diterjemahkan sebagai hasil yang telah dicapai (dari yang telah
dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya); Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan
dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru; Prestasi belajar
adalah hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan belajar di sekolah atau
perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran
dan penilaian (KBBI.Diakses pada 28 Oktober 2016).
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
1.
Defenisi
Pembelajaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, defenisi pembelajaran
adalah proses, cara, perbuatan menjadikan
orang atau makhluk hidup belajar (KBBI. http://kbbi.web.id/prestasi. Diakses pada 28 Oktober 2016.)
Pembelajaran
terjadi setiap waktu. Oleh karena itu, defenisi pembelajaran yang dapat
diterima secara umum adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen,
terjadi sebagai hasil dari pengalaman (Robbins dan Judge, 2008: 69).
Pembelajaran
dikatakan telah terjadi ketika seorang individu berperilaku, bereaksi dan
merespon sebagai hasil dari pengalaman dengan satu cara yang berbeda dengan
caranya berperilaku dari caranya berperilaku yang sebelumnya.
Dari defenisi
tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran harus menghasilkan
perubahan perilaku. Jika seorang individu tidak mengalami perubahan perilaku
dalam proses pembelajarannya, maka proses pembelajaran tersebut tidak dapat
dikatakan berjalan.
Terkait dengan
dunia pendidikan formal, maka pembelajaran ini diharapkan mampu memberikan efek
perubahan perilaku terhadap siswa sehubungan dengan satu pokok pembelajaran atau
bidang studi tertentu.
2.
Pendidikan Agama
Islam
Pendidikan
Agama Islam menurut Zuhairini adalah usaha-usaha secara sistematis dan
pragmatis dalam membentuk siswa supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam
(Zuhairini et al, 198: 27)
Menurut
Qodry, pendidikan dalam pengertian bahasa disebut the process of training and developing the knowledge, skills, mind,
character, etc., especially by formal schooling (proses melatih dan
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, pikiran, perilaku, dan lain- lain, terutama
oleh sekolah formal) (Qodry, 2003: 18).
Selain
itu, Qodry juga menjelaskan bahwa ada tiga hal penting yang akan ditransfer
melalui pendidikan, yaitu nilai (values),
pengetahuan (knowledge), dan
keterampilan (skills) (Qodry,2003:
19).
Agama,
dalam Kamus An English Reader’s
Dictionary, A. S Homby dan Parnwell (1989) mengartikan religi sebagai
berikut:
a.
Believe
in God as creator and control of the universe (Kepercayaan
kepada Tuhan sebagai pencipta dan pengatur alam semesta)
b.
System
of faith and worship based on such belief (Sistem iman
dan penyembahan berdasarkan pada keyakinan tertentu)
Kata agama dalam al-Qur’an dan
Bahasa Arab disebut din yang diulang
sebanyak 92 kali. Din diartikan
sebagai sekumpulan keyakinan, hukum dan norma yang akan mengantarkan manusia
kepada kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
Dari rumusan dan defenisi tersebut,
dapat disimpulkan bahwa pengertian agama meliputi tiga sistem penting, yaitu:
a.
Suatu sistem
kepercayaan kepada Tuhan
b.
Suatu sistem
penyembahan kepada Tuhan
c.
Suatu sistem yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan (hubungan vertikal) dan hubungan manusia
dengan manusia (hubungan horisontal) (Wahyuddin et al, 2009: 12)
Islam,
dari segi etimologi diambil dari Bahasa Arab aslama- yuslimu, yang berarti berserah diri, patuh, taat, dan
tunduk. Pengertian ini menuntut pemeluknya untuk berserah diri, tunduk, patuh,
dan taat kepada ajaran, tuntunan, dan petunjuk dan peraturan hukum Allah subhanahu wata’ala (Wahyuddin et al, 2009: 15)
Dalam
Q.S. Ali Imran:83 dan Q.S. An Nisa: 125 Allah subhanahu wata’ala berfirman yang artinya:
Maka
apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah
berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun
terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan. (Q.S. Ali Imran: 83)
Dan
siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan
dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti
agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya (Q.S.
An Nisa: 125) (Kementrian Agama RI, 2010)
Dua
ayat di atas menerangkan bahwa agama mempunyai tujuan menjadikan pemeluknya
sebagai insan yang taat, tunduk, dan patuh kepada Allah dengan ikhlas.
Ditinjau
dari segi terminologi, Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah kepada
manusia melalui RasulNya yang berisi hukum yang mengatur hubungan manusia
dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam
semesta (Wahyuddin et al, 2009:
16)
B.
Motivasi
Belajar
1.
Pengertian
Motivasi
Motivasi sering diartikan dengan
istilah dorongan atau daya gerak. Motivasi merupakan kondisi yang mendorong
individu untuk melakukan sesuatu. Motivasi merupakan sejumlah proses yang
bersifat internal dan eksternal bagi individu, yang menyebabkan timbulnya sikap
antusiame dalam melakukan kegiatan- kegiatan tertentu (Astuti dan
Resminingsih , 2010: 67).
Motivasi sangat penting artinya dalam proses belajar
siswa karena fungsinya mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan
belajar. Pada hakikatnya, motivasi diyakini sebagai penguat (reinforcement).
Motivasi
sebagai suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melalukan suatu
perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu.
2.
Jenis Motivasi
Ada dua jenis motivasi, yaitu
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
a.
Motivasi
intrinsik, yaitu dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang dan tidak
perlu rangsangan dari luar. Motivasi intrinsik umumnya terkait dengan adanya
bakat dan faktor intelegensi dari dalam diri siswa.
b.
Motivasi
ekstrinsik, yaitu dorongan yang berasal dari luar diri seseorang. Motivasi
ekstrinsik adalah bentuk dorongan belajar untuk prestasi yang diberikan oleh
orang lain, seperti semangat, pujian dan nasehat guru ,orang tua, saudara dan
orang yang dicintai (Hapsari, 2005: 74)
3.
Manfaat Motivasi
Terdapat
beberapa manfaat dari adanya motivasi dalam diri seorang siswa, yaitu:
a.
Memberikan
dorongan semangat kepada siswa atau mahasiswa untuk rajin belajar dan mengatasi
kesulitan belajar.
b.
Mengarahkan
kegiatan belajar siswa kepada suatu tujuan tertentu yang berkaitan dengan masa
depan dan cita- cita.
c.
Membantu siswa
untuk mencari suatu metode belajar yang tepat dalam mencapai tujuan belajar
yang diinginkan. (Thursan Hakim, 2000: 27)
C.
Prestasi
Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi adalah hasil
yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya);
Belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran,
lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh
guru; Prestasi belajar adalah hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan
belajar di sekolah atau perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya
ditentukan melalui pengukuran dan penilaian (KBBI. http://kbbi.web.id/prestasi. Diakses pada 28 Oktober 2016).
Pengertian
prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari 2 kata, prestasi dan
belajar, keduanya mempunyai arti yang berbeda, adapun untuk lebih jelasnya
pengertian prestasi belajar akan diuraikan terlebih dahulu.
Menurut
Djamarah, prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan baik secara individu maupun kelompok (Djamarah, 1994: 19)
Menurut
pusat dan pengembangan bahasa, defenisi prestasi adalah hasil yang telah
dicapai (dari yang dilakukan, dikerjakan) (Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa: 700)
Menurut
Abu Ahmadi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya (Ahmadi dan
Supriyanto, 1991: 121)
Adapun pengertian prestasi belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran,
lazimnya ditunjukkan dengan nilai tugas atau angka nilai yang diberikan oleh
guru (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002: 895)
Dari
beberapa definisi prestasi dalam kaitannya dengan belajar, prestasi belajar
dapat diartikan sebagai hasil akhir yang telah dicapai oleh seseorang setelah
melakukan kegiatan belajar.
Prestasi
belajar dapat dilihat dari perkembangan beberapa aspek, yaitu aspek kognitif
(pengetahuan), aspek afektif (sikap), dan aspek psikomotorik (keterampilan).
Aspek
kognitif penekanannya pada segi keintelektualannya, artinya dengan kemampuan
ini, maka sssiswa diharapkan dapat melakukan pemecahan terhadap masalah-masalah
yang dihadapinya sesuai dengan disiplin atau bidang ilmu yang dipelajarinya.
Kecakapan pengetahuan, kecakapan pemahaman, kecakapan penerapan, kecakapan
penguraian, kecakapan pemanduan, dan kecakapan evaluasi, merupakan jenis- jenis
kecakapan dari aspek kognitif ini.
Aspek kognitif adalah aspek yang
mengharapkan agar siswa akan lebih peka terhadap nilai dan etika yang berlaku
dalam bidang ilmunya. Sehingga siswa tidak hanya akan menerima dan
memperhatikan sesuatu nilai saja, melainkan juga akan mampu menanggapi serta
meningkatkan diri pada nilai itu. Dalam aspek ini, terdapat beberapa jenis
kecakapan, yaitu: Kecakapan menerima rangsangan (Receiving) yaitu kesediaan untuk memperhatikan; Kecakapan merespon
rangsangan (Responding) yaitu aktif
berpartisipasi; Kecakapan menilai sesuatu (Valuing)
yaitu penghargaan terhadap benda, gejala, perbuatan tertentu; Kemampuan
mengorganisasikan nilai-nilai (Organizating)
yaitu memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan pertentangan dan
membentuk sistem nilai yang bersifat konsisten internal; Kecakapan
menginternalisasikan nilai-nilai atau penilaian (Characterization by a value complex) yaitu mempunyai sistem nilai
yang mengendalikan perbuatan untuk menumbuhkan life skill yang mantap.
Aspek selanjutnya adalah aspek
psikomotorik, yaitu kemampuan yang menyangkut kegiatan otot atau fisik. Jadi
tekanannya pada kemampuan yang koordinasi dengan syarat otot, menyangkut
penguasaan tubuh, gerak. Biasanya juga aspek ini terjadi peniruan tingkah laku,
yang pada akhirnya menjadi sebuah tingkah laku, yang nantinya menjadi sebuah
sikap otomatis.
D.
Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
1.
Metode
Pembelajaran
Metode
adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan
guna mencapai tujuan yang ditentukan (Tim Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam, 2002: 19).
Sudjana (1988) menjelaskan bahwa strategi mengajar/pengajaran adalah taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan proses
belajar mengajar (pengajaran) agar dapat
mempengaruhi para siswa untuk dapat
mencapai tujuan pengajaran secara lebih
efektif dan efisien.
Dari
defenisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara
atau sistem yang diterapkan dalam proses pembelajaran yang mana melalui metode
tersebut diharapkan dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Hendaknya
guru melibatkan siswa dalam setiap kegiatan yang dilakukannya, memberi
kesempatan kepada siswa untuk berfikir dan berbuat, serta mendorong mereka
untuk dapat mandiri dalam segala hal yang dapat dilakukan di dalam belajar dan
meneliti (Tim Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2002: 89).
Dalam
proses pembelajaran, guru tidak seharusnya menjadi pusat aktivitas. Pemusatan
aktivitas pada guru ini dikenal dengan TCL (Teacher
Centered Learning) dimana guru lebih banyak beraktivitas dalam kelas
dibandingkan siswa. Siswa menjadi pasif menerima sajian materi dari guru.
Penerapan metode TCL ini bukan berarti tidak tepat, hanya saja jika dilakukan
terus menerus selama proses pembelajaran, hal tersebut akan berdampak pada
kurangnya kreativitas siswa. Perlu diimbangi dengan SCL (Students Centered Learning) bahkan sebaiknya lebih dominan dimana
aktivitas pembelajaran terdapat pada siswa, adapun guru sebatas mengamati,
membantu, dan mengevaluasi.
2.
Metode
Pembelajaran Kooperatif
Yang
diperkenalkan dalam metode cooperative
learning, bukan sekedar pada kerja kelompoknya, melainkan pada
penstrukturannya. Jadi sistem pembelajaran cooperative
learning dapat didefenisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang
terstruktur. Yang termasuk dalam struktur ini adalah lima unsur pokok, yaitu
ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian
bekerjasama, dan proses kelompok.
Dalam
metode cooperative learning, siswa
diarahkan untuk dapat bekerja, mengembangkan diri dan bertanggungjawab secara
individu (Anita, 2008:23).
3.
Pembelajaran
Tipe Jigsaw
a.
Defenisi
Pembelajaran Tipe Jigsaw
Cooperative Learning
tipe Jigsaw adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran. Tujuannya tidak lain adalah mencapai prestasi yang
maksimal, baik secara individu maupun kelompok.
b.
Langkah Penerapan
Pembelajaran Tipe Jigsaw
Langkah
awal yang harus dilakukan dalam pembelajaran dalam menggunakan pembelajaran tipe
Jigsaw adalah membentuk kelompok-
kelompok yang heterogen, misalnya kelompok 1,2,3,4 dan seterusnya. Dari masing-
masing kelompok itu, ditunjuk masing- masing menjadi ahli tentang X,Y,Z, dan U.
Siswa dari berbagai kelompok 1,2,3, dan 4 ditunjuk seolah olah seorang ahli
pada topik tertentu. Selanjutnya semua kelompok ahli berkumpul dan belajar
bersama. Setelah itu masing- masing anggota ahli kembali ke kelompoknya masing-
masing (Suyanto dan Jihad, 2013:147).
Dari dua kutipan tentang langkah-langkah
penerapan tipe jigsaw dalam
pembelajaran dapatlah disimpulkan bahwa tipe jigsaw
dilaksanakan dengan suatu urutan langkah-langkah khusus. Adapun langkah-langkah
tersebut adalah
sebagai berikut:
1)
Materi
pelajaran dibagi ke dalam beberapa bagian. Sebagai contoh suatu materi dibagi
menjadi 4 bagian.
2)
Siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok. Banyak kelompok adalah hasil bagi jumlah
siswa dengan banyak bagian materi. Misalnya dalam kelas ada 20 siswa,
maka banyak kelompok adalah 5, karena materinya 4 bagian. Selanjutnya kepada
setiap anggota dalam satu kelompok diberikan satu bagian materi.
3)
Anggota
dari setiap kelompok yang mendapatkan materi yang sama membentuk kelompok.
Kelompok ini disebut kelompok ahli (expert group). Banyaknya kelompok
ahli ini sama dengan banyaknya bagian materi. Pada kelompok ahli inilah siswa
melakukan diskusi untuk membahas materi yang menjadi tanggung jawabnya.
4) Setelah materi didiskusikan dan dibahas pada kelompok
ahli, masing anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asalnya (home teams)
untuk mengajarkan kepada anggota kawan-kawannya. Karena ada
4 bagian materi, maka ada 4 orang yang mengajar secara bergantian.
5) Guru melakukan evaluasi secara individual
mengenai bahan yang telah dipelajari.
6) Penutup, yaitu menutup pelajaran sebagaimana biasanya.
Bila langkah-langkah di atas dihubungkan
dengan penggunaan indera dan ingatan siswa, maka tidak dapat diragukan bahwa tipe jigsaw dapat meningkatkan dan memaksimalkan ingatan siswa. Hal ini disebabkan
dalam serangkaian langkah-langkah pelaksanaannya, tipe jigsaw menuntut siswa untuk aktif. Sangat banyak indera yang dilibatkan dalam
belajar, yaitu mulai dari membaca dan menelaah materi, mendengar pendapat
teman, menyanggah pendapat, mempertahankan pendapat dan mengajarkan kawan serta
dievaluasi secara individual oleh guru.
c. Kelebihan dan Kelemahan Metode Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw
Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional,
Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
memiliki beberapa kelebihan yaitu:
1) Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena
sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya.
2) Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu
yang lebih singkat.
3) Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk
lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.
4) Siswa yang lemah dapat terbantu dalam menyelesaikan
masalah, menerapkan
bimbingan sesama teman, rasa harga diri siswa yang lebih tinggi dan memperbaiki
kehadiran.
5) Pemahaman materi lebih mendalam, meningkatkan
motivasi belajar.
6) Dalam proses belajar mengajar siswa saling
ketergantungan positif.
7) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bekerjasama dengan kelompok lain.
8) Setiap siswa saling mengisi satu sama lain.
Disamping kelebihan yang dimilikinya, dalam
penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan dan kelemahannya yaitu :
1) Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi dan
cenderung mengontrol jalannya diskusi. Untuk mengantisipasi masalah ini guru
harus benar-benar memperhatikan jalannya diskusi. Guru harus menekankan agar
para anggota kelompok menyimak terlebih dahulu penjelasan dari tenaga ahli.
Kemudian baru mengajukan pertanyaan apabila tidak mengerti.
2) Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfikir
rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk
sebagai tenaga ahli. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus memilih tenaga
ahli secara tepat, kemudian memonitor kinerja mereka dalam menjelaskan materi,
agar materi dapat tersampaikan secara akurat.
3) Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan.
4) Untuk mengantisipasi hal ini guru harus pandai
menciptakan suasana kelas yang menggairahkan agar siswa yang cerdas tertantang
untuk mengikuti jalannya diskusi.
5) Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan
untuk mengikuti proses pembelajaran.
6) Membutuhkan waktu yang lebih lama apalagi bila ada
penataan ruang belum terkondisi dengan baik, sehingga perlu waktu merubah
posisi yang dapat juga menimbulkan gaduh serta butuh waktu dan persiapan.
Berdasarkan kutipan di atas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa dalam mengatasi kelemahan dari tipe pembelajaran ini, guru
dapat membimbing siswa yang kurang aktif agar lebih aktif dalam berbicara.
Setiap pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru
mempunyai sasaran tertentu yang ingin dicapai. Untuk tercapainya tujuan-tujuan
itu diperlukan cara-cara dalam menyampaikan bahan pembelajaran yang akan
disajikan kepada siswa. Cara guru menyampaikan bahan itulah yang disebut dengan
menggunakan tipe pembelajaran. (Mukhlis. http://tipepembelajaranmukhlis.blogspot.co.id/2015/09/
pengertian-langkah-langkah-kelebihan. Diakses
pada 28 Oktober 2016).
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Class Action Reserach). Pendekatan Penelitian Tindakan Kelas ini merupakan
sebuah pendekatan yang sangat tepat diterapkan, hanya saja belum banyak peneliti
atau penulis yang menggunakan ini.
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah perpaduan penelitian kualitatif
dan kuantitatif.
Alur Penelitian Tindakan Kelas ini
berupa siklus yang mana tiap siklus mencakup perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi dan refleksi. PTK ini dinamakan tipe siklus karena tipe ini lebih
menonjolkan kegiatan yang harus dilaksanakan penulis dalam setiap kali putaran
( Sanjaya, 2010: 54)
Tipe Penelitian Tindakan Kelas yang
baik adalah tipe yang dapat membantu pengguna untuk mengerti dan memahami suatu
proses penelitian, baik secara mendasar maupun menyeluruh. Ada beberapa tipe- tipe
Penelitian Tindakan Kelas, yaitu Tipe Kurt Lewin, Tipe Kemmis dan McTaggart,
Tipe John Elliot, Tipe Dave Ebbut, dan Tipe Hopkins. Tipe yang paling sederhana
adalah Tipe Kurt Lewin, yaitu dalam satu siklus, terdiri atas empat langkah,
dimana penelitian tindakan terjadi proses yang dalam suatu lingkaran terus
menerus meliputi hal berikut:
1.
Perencanaan (planning) adalah proses menentukan
program perbaikan yang berangkat dari suatu ide gagasan peneliti.
2.
Aksi atau
tindakan (implementing) adalah
perlakuan yang dilaksanakan oleh peneliti sesuai dengan perencanaan yang telah
disusun oleh peneliti.
3.
Observasi (observing) adalah pengamatan yang
dilakukan untuk mengetahui efektifitas tindakan atau mengumpulkan informasi
tentang berbagai kekurangan tindakan yang telah dilakukan.
4.
Refleksi (reflecting) adalah kegiatan menganalisis
tentang hasil observasi sehingga memunculkan program atau perencanaan baru (Fitrianti, 2016 :21).
B.
Rancangan
Penelitian
Penelitian
Tindakan Kelas dilaksanakan melalui empat tahapan utama yaitu perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi seperti seperti telah dijabarkan
di atas. Empat tahapan utama tersebut yang saling berkaitan sering disebut
dengan istilah siklus. Siklus pada hakikatnya adalah rangkaian “riset- aksi-
riset- aksi” yang tidak ada dalam penelitian biasa. Dalam penelitian non PTK
hanya terdapat satu riset dan satu aksi kemudian disimpulkan. Dalam Penelitian
Tindakan Kelas hasil yang belum baik harus diulang kembali dan perencanaan
diulang kembali jika pada siklus sebelumnya belum memperlihatkan hasil dari
tujuan yang akan dicapai (Fitrianti, 2016: 29).
Siklus
akan terus diulang hingga target yang ingin dicapai terpenuhi. Tipe Penelitian
Tindakan Kelas yang dipakai dalam
penelitian ini adalah Tipe Penelitian Kurt Lewin. Adapun langkah- langkah
penerapannya dapat dilihat pada gambar berikut:
Perencanaan
|
|
|
Gambar 1. PTK Tipe Kurt Lewis
Gambar
di atas menerangkan sebuah siklus yang mana dalam siklus tersebut terdapat
empat tahapan kegiatan yang secara berurut dimulai dari tahap perencanaan,
kemudian tahap aksi atau tindakan, kemudian tahap observasi, dan terakhir tahap
refleksi. Berikut penjelasan singkat mengenai tahapan- tahapan kegiatan dalam
sebuah siklus:
1. Perencanaan,
sebagai langkah awal penelitian agar proses penelitian berjalan maksimal,
diperlukan membuat perencanaan yang matang terlebih dahulu. Adapun hal- hal
yang dipersiapkan pada tahap perencanaan adalah rumusan masalah yang ingin
dipecahkan, target yang ingin dicapai, dan instrumen yang digunakan selama
proses penelitian berlangsung.
2. Tindakan,
merupakan inti dari penelitian dimana peneliti menjalankan proses pembelajaran
dengan menerapkan metode pembelajaran yang telah ditentukan. Dalam tahapan
tindakan ini peneliti berupaya maksimal untuk meningkatkan motivasi dan
prestasi belajar siswa dari satu pertemuan ke pertemuan berikutnya.
3. Observasi,
merupakan tahapan yang sangat penting dalam Penelitian Tindakan Kelas.
Observasi ini penting agar peneliti dapat menyimak dan mengevaluasi jalannya
penelitian. Dalam tahap observasi ini, peneliti dapat terlibat secara langsung
dalam kegiatan yang dikenal dengan istilah observasi partisipan dan dapat pula
hanya mengamati dari luar kegiatan atau dikenal dengan istilah observasi non
partisipan.
4. Refleksi,
merupakan tahap akhir dari siklus, yaitu mengkaji hasil pengamatan dan
mengevaluasi hal- hal yang perlu dibenahi atau dikembangkan pada pelaksanaan
siklus berikutnya jika diperlukan.
Langkah-
langkah seperti gambar di atas dapat dikembangkan lagi menjadi beberapa siklus
yang akhirnya menjadi kumpulan beberapa siklus seperti gambar berikut:
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Gambar 2. Bentuk Spiral, terdiri dari beberapa
siklus
Gambar di atas adalah gambaran
pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas apabila dilaksanakan dalam beberapa
siklus.
C.
Tempat
dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian
Tempat penelitian adalah lokasi
dimana penelitian dilaksanakan. Penelitian ini dilakukan di SDN ………………….
2. Waktu
Penelitian
Waktu penelitian adalah durasi yang
digunakan selama penelitian berlangsung. Waktu penelitian berlangsung pada
semester ganjil tahun ajaran …………………………………...
D.
Subyek
Penelitian
Subyek penelitian dalam penelitian ini
adalah siswa Kelas V SDN ……………….yang terdiri atas …..orang siswa dengan ……….
orang siswa laki- laki dan ………. orang siswa perempuan dengan pokok bahasan hidup
sederhana dan ikhklas.
E.
Instrumen
Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu
alat yang dipergunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2009: 148). Dalam penelitian ini, penulis
mengumpulkan data yang berkaitan dengan judul penelitian dengan menggunakan
instrumen atau alat penelitian berupa tes, pedoman kuesioner, dan pedoman observasi.
Mulyasa memberi pengertian bahwa
pedoman observasi adalah instrumen untuk mengadakan pengamatan terhadap
aktivitas dan kreativitas siswa dalam pembelajaran, baik itu di dalam kelas
maupun di luar kelas (Mulyasa, 2009: 69).
Pedoman ini dilaksanakan selama proses penelitian berlangsung. Penulis menggunakan
observasi non partisipan, yaitu tidak ikut terlibat dalam aktivitas penerapan
tipe pembelajaran ini, melainkan hanya mengarahkan, mengamati dan mengevaluasi.
F.
Prosedur
Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan
melakukan tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap
penyelesaian.
1.
Tahap Persiapan
Dalam
rangka upaya pencapaian tujuan penelitian, maka diperlukan memaksimalkan tahap
persiapan sebagai langkah awal sebuah penelitian. Agar penelitian dapat
berjalan dengan lancar maka ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan, di
antaranmya adalah: (a) Kajian pustaka sesuai dengan tema penelitian sebagai
teori- teori pendukung; (b) Menyusun rancangan penelitian dengan matang; (c) Orientasi
lapangan untuk lebih mengenali medan dan memudahkan peneliti mengadaptasikan
diri; (d) Menyusun instrumen penelitian sebagai alat yang digunakan selama
penelitian berlangsung; (e) Memanahi teknik- teknik pengolahan data hasil
penelitian untuk dapat dibuatkan sebuah kesimpulan.
2. Tahap
Pelaksanaan
Tahap
ini merupakan tahap inti yang mana di dalamnya meliputi beberapa aktivitas
seperti: (a) Penerapan metode pembelajaran; (b) Pengumpulan data dari hasil
observasi dan pemberian soal; (c) Mengevaluasi jalannya penelitian untuk dapat
melakukan pembenahan; (d) Merefleksi atau mengkaji hasil penelitian untuk dapat
merevisi hal- hal yang dianggap perlu untuk diterapkan pada pelaksanaan siklus
berikutnya.
3. Tahap
Penyelesaian
Tahap
penyelesaian meliputi beberapa hal yaitu: (a) Menyusun draf laporan penelitian;
(b) Mengkonsultasikan draf laporan penelitian; (c) Merevisi draf laporan
penelitian; (d) Menyusun laporan penelitian; (e) Menggandakan laporan
penelitian untuk kemudian dipergunakan sebagaimana mestinya.
G.
Analisis
Data
Analisis data adalah suatu fase
penelitian yang sangat penting karena melalui analisis data inilah peneliti
dapat memperoleh wujud dari penelitian yang dilakukannya. Analisis adalah suatu
upaya mengurai menjadi bagian- bagian sehingga susunan atau tatanan bentuk
sesuatu yang diurai itu tampak dengan jelas dan karenanya bisa lebih terang
ditangkap maknanya (Satori, 2010: 97).
Setelah mendapatkan data- data dari
sumber data dalam penelitian ini, maka selanjutnya data-data tersebut
dikumpulkan untuk selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisa kualitatif
dan kuantitatif.
Analisis data ini dihitung dengan
menggunakan statistik sederhana sebagai berikut:
1. Menilai
rata- rata hasil tes
|
Pada penilaian rata- rata hasil tes siswa, peneliti
menjumlah keseluruhan skor yang diperoleh siswa kemudian dibagi dengan jumlah
siswa yang berpartisipasi dalam penelitian. Menghitung nilai rata- rata kelas
dapat dilihat pada rumus berikut:
Dengan:
X =
Nilai rata- rata
ΣX = Total jumlah
nilai siswa
ΣN = Jumlah siswa
2.
Menilai
ketuntasan belajar
Dalam menilai ketuntasan belajar
siswa, terdapat dua penilaian, yaitu penilaian secara individual dan penilaian
secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar di SDN
Tanggul Patompo 1 Makassar untuk siswa pada bangku kelas lima, dikatakan siswa
telah tuntas belajar jika telah mencapai skor 80% atau angka 8. Adapun kelas
dikatakan tuntas apabila 85% dari siswa yang mengikuti pembelajaran mencapai
nilai ketuntasan belajar. Berikut rumus menentukan ketuntasan belajar secara
klasikal.
3.
Menilai prestasi
belajar
Kriteria yang digunakan untuk
mengukur hasil belajar murid adalah kriteria penilaian standar yang diungkapkan
Arikunto dalam Yaumi (201: 162)
ANGKA 100
|
ANGKA 10
|
KETERANGAN
|
0-54
|
0-5.4
|
Sangat Rendah
|
55-64
|
5.5-6.4
|
Rendah
|
65-79
|
6.5-7.9
|
Sedang
|
80-89
|
8.0-8.9
|
Tinggi
|
90-100
|
9.0-10
|
Sangat Tinggi
|
Tabel 1. Acuan Kriteria Penilaian
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil
dan analisis data penelitian dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari
kegiatan penelitian tentang prestasi belajar siswa melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw yang telah dilaksanakan di SDN Tanggul
Patompo 1 Makassar. Penelitian ini dilaksanakan dua siklus, adapun yang
dianalisis adalah hasil tes awal, tes akhir siklus I dan tes akhir Siklus II.
A. Hasil
Kuantitatif Belajar Siswa
1.
Analisis
deskriptif prestasi belajar sebelum menggunakan Metode Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw
Berdasarkan analisis deskriptif tes
awal, prestasi belajar siswa sebelum menggunakan Metode Pembelajaran Tipe Jigsaw dapat dilihat pada tabel berikut:
Statistik
|
Nilai Statistik
|
Subjek
Skor ideal
Skor maksimum
Skor Minimum
Rentang Skor
Skor rata-rata
|
37
10
9
6
3
7.57
|
Tabel 2. Statistik
Skor Penguasaan Siswa Sebelum Menggunakan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw.
Pada tabel 2
menunjukkan bahwa skor rata- rata prestasi belajar PAI sebelum menggunakan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw adalah 7.57 dari skor ideal 10.
Banyaknya siswa yang tuntas sebanyak 14 orang atau hanya 37.8% dari keseluruhan
jumlah siswa, sedangkan yang tidak tuntas sebanyak 23 orang atau 62.2 % dari
keseluruhan jumlah siswa. Skor maksimal
yang diperoleh siswa pada tes awal adalah 9 dan skor minimum yang diperoleh
siswa adalah 6.
Apabila kemampuan siswa
menyelesaikan soal- soal pada tes awal dianalisis, maka persentase ketuntasan
belajar siswa pada tes awal dapat dilihat pada tabel berikut.
Skor
|
Frekuensi
|
Persentase
|
Kategori
|
0<x
< 7.9
8<x<10
|
23
14
|
62.2%
37.8%
|
Tidak tuntas
Tuntas
|
Tabel
3. Ketuntasan Belajar Siswa pada Tes Awal sebelum Menerapkan Metode
Pembelajaran Tipe Jigsaw
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa pada tes awal persentase
ketuntasan siswa sebesar 37,8% yaitu 14 dari 37 siswa termasuk dalam kategori
tuntas, sedangkan 62,2 % yaitu 23 dari 37 siswa termasuk dalam kategori tidak
tuntas.
Berdasarkan kriteria penilaian standar yang digunakan untuk mengukur hasil
belajar murid, maka dapat dilihat
prestasi belajar murid sebagaimana tergambar dalam tabel berikut.
ANGKA 100
|
ANGKA 10
|
KETERANGAN
|
0-54
|
0-5.4
|
Sangat Rendah
|
55-64
|
5.5-6.4
|
Rendah
|
65-79
|
6.5-7.9
|
Sedang
|
80-89
|
8.0-8.9
|
Tinggi
|
90-100
|
9.0-10
|
Sangat Tinggi
|
Tabel 4. Acuan Kriteria Penilaian
Dari
tabel di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil pre test, kategori prestasi
belajar PAI siswa adalah tidak ada siswa dalam kategori sangat rendah,5 siswa
dalam kategori rendah, 18 siswa dalam kategori sedang, 13 siswa dalam kategori
tinggi, dan hanya 1 siswa yang mencapai kategori sangat tinggi.
2.
Analisis deskriptif hasil tes akhir siklus
I
a.
Perencanaan Tindakan
Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis mempersiapkan
seluruh kebutuhan yang terkait dengan penelitian terlebih dahulu, yaitu: bahan
pretest dan postest, RPP, lembar observasi dan alat pendukung lainnya. Pada siklus ini, penulis merancang tiga kali pertemuan.
b.
Pelaksanaan Tindakan
Pertemuan
I
Pada pertemuan pertama, siswa mulai diberikan bahan ajar dengan
pokok bahasan hidup sederhana dan ikhlas dengan menerapkan Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw.
Pertemuan
II
Sama
halnya dengan pertemuan pertama, pada pertemuan kedua siswa diberikan materi
pelajaran pokok bahasan hidup sederhana dan ikhlas dengan menggunakan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw.
Pertemuan
III
Tidak jauh berbeda
dengan pertemuan sebelumnya, siswa diberikan materi dengan menerapkan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
dan latihan menjawab soal sebagai evaluasi siklus I.
c.
Observasi
Berdasarkan pada
observasi yang dibuat oleh penulis, data yang didapatkan adalah sebagai
berikut:
1)
Pada siklus pertama, khususnya pada pertemuan pertama siswa telah
menunjukkan ketertarikan mereka pada tipe pembelajaran ini. Meskipun dalam
pelaksanaannya masih belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan tutorialnya
dikarenakan siswa masih membutuhkan adaptasi dengan tipe pembelajaran ini,
namun telah terlihat adanya perbedaan aktivitas siswa selama pembelajaran jika
dibandingkan dengan proses pembelajaran yang selama ini diselenggarakan.
Adapun mengenai sikap mereka dengan pembelajaran PAI, siswa
beranggapan bahwa mata pelajaran tersebut adalah mata pelajaran yang tidak
menarik bahkan cenderung membosankan.
2)
Pada pertemuan kedua siklus I, siswa mulai
lebih memahami tutorial pelaksanaan dan merasakan atmosfir positif selama
proses pembelajaran. Penerapan Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
ini berjalan lebih efektif dari sebelumnya. Namun demikian, keefektifan ini
belum dirasakan oleh seluruh siswa di kelas tersebut. Masih separuh dari siswa
yang nampak menikmatinya, sedangkan separuh lainnya yang memiliki kemampuan
analisis kurang, masih nampak pasif. Kondisi ini mengharuskan penulis melakukan
pendampingan lebih kepada siswa, menyimak lebih dekat dan melakukan pendekatan
persuasif, terutama terhadap siswa yang masih pasif tersebut.
3)
Pada pertemuan ketiga siklus I, penulis
mengamati bahwa siswa sudah mulai terbiasa dengan Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan mulai nampak keaktifan siswa dalam
menjalani proses pembelajaran secara keseluruhan.
d.
Refleksi dan Evaluasi
Dari pemberian tindakan pada siklus 1, penulis menarik kesimpulan bahwa
untuk lebih meningkatkan gairah belajar siswa maka tindakan penelitian ini
perlu
dilanjutkan ke siklus II agar siswa
dapat benar- benar beradaptasi dengan strategi belajar yang diberikan dengan demikian
secara otomatis prestasi belajar PAI mereka dapat meningkat.
Pada
siklus ini dilaksanakan tes prestasi belajar yang berbentuk ulangan harian.
Adapun analisis deskriptif skor perolehan siswa setelah Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
selama siklus I dapat dilihat pada tabel
berikut:
Satistik
|
Nilai
statistik
|
Subjek
Skor Ideal
Skor Maksimum
Skor Minimum
Rentang Skor
Skor Rata- Rata
|
37
10
9.5
7
2.5
8,36
|
Tabel 5. Statistik
Skor Penguasaan Siswa pada Tes Siklus I
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa
skor rata- rata prestasi belajar PAI setelah diterapkan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
pada siklus I adalah 8.36 dari skor ideal 100. Skor rata- rata yang diperoleh
siswa pada tes siklus I sudah mengalami peningkatan dimana skor rata- rata
meningkat dari 7.57 pada tes awal menjadi 8.36 pada siklus I
Apabila kemampuan siswa
menyelesaikan soal- soal pada tes siklus I dianalisis maka persentase
ketuntasan belajar siswa pada tes siklus I dapat dilihat pada tabel berikut.
Skor
|
Frekuensi
|
Persen
|
Kategori
|
0< x < 7.9
8<x < 10
|
9
28
|
24.3%
75.7%
|
Tidak tuntas
Tuntas
|
Tabel 6. Tabel Distribusi
Frekuensi Ketuntasan Belajar Siswa ada Tes Siklus I
Dari tabel tersebut
menunjukkan bahwa pada tes siklus I persentase ketuntasan siswa sebesar 75.7 %
yaitu 28 dari 37 siswa termasuk dalam kategori tuntas, sedangkan 24.3 % yaitu 9
dari 37 siswa termasuk dalam kategori tidak tuntas, artinya dari 37 siswa
terdapat sebagian kecil yang belum tuntas dan memerlukan perbaikan pada siklus
II.
Berdasarkan kriteria penilaian standar yang digunakan untuk mengukur hasil
belajar murid, maka dapat dilihat
prestasi belajar murid sebagaimana tergambar dalam tabel berikut.
ANGKA 100
|
ANGKA 10
|
KETERANGAN
|
0-54
|
0-5.4
|
Sangat Rendah
|
55-64
|
5.5-6.4
|
Rendah
|
65-79
|
6.5-7.9
|
Sedang
|
80-89
|
8.0-8.9
|
Tinggi
|
90-100
|
9.0-10
|
Sangat Tinggi
|
Tabel 7. Acuan Kriteria Penilaian
Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil tes pada siklus I, kategori prestasi
belajar PAI siswa adalah tidak ada siswa yang berada pada kategori sangat
rendah dan kategori rendah, 9 siswa dalam kategori sedang, 18 siswa dalam kategori
tinggi, dan 10 orang siswa yang mencapai kategori sangat tinggi.
3.
Analisis deskriptif Hasil Tes Akhir
Siklus II
a.
Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan pada siklus II pada dasarnya
sama dengan siklus I, hanya saja perencanaannya lebih matang dan lebih
divariasikan dalam penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
ini untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal dari siklus sebelumnya.
b.
Pelaksanaan Tindakan
Pertemuan
pertama
Pertemuan pertama pada siklus II tidak jauh
berbeda dengan pertemuan sebelumnya, hanya saja siswa lebih diarahkan untuk
memaksimalkan aktivitas dengan mengontrol keaktifan seluruh siswa dalam diskusi.
Penulis meminimalisir adanya siswa yang pasif dengan cara mendampingi. Pada
sisklus kedua ini, bahasan materi lebih diperluas dengan memberikan siswa essai
mengenai hidup sederhana dan ikhlas dalam lingkup keluarga untuk dibuat kesimpulannya.
Pertemuan kedua
Pada
pertemuan kedua guru
mengubah anggota kelompok dengan anggota kelompok yang lain. Tujuannya adalah
agar siswa dapat lebih mengakrabkan diri dengan siswa lain dan merasakan nuansa
yang baru dari sebelumnya. Bahasan materi yang diberikan adalah tetap pada
pokok bahasan hidup sederhana dan ikhlas dalam lingkup sekolah.
Pertemuan ketiga
Pertemuan ketiga
adalah pertemuan akhir siswa diberikan tindakan dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw.
Pada pertemuan ini bahasan materi lebih diperluas yaitu mengenai hidup
sederhana dan ikhlas dalam lingkup masyarakat. Yang penting penulis pesankan
kepada siswa bahwa pada dasarnya seluruh pelajaran adalah menyenangkan selama
siswa bersungguh- sungguh menjalaninya dengan metode yang tepat dari guru.
Pertemuan keempat atau post test
Pertemuan keempat merupakan pertemuan akhir dalam penelitian ini yang
mana penulis memberikan test akhir untuk mengevaluasi peningkatan prestasi
belajar mereka setelah diberikan materi pelajaran PAI dengan pokok bahasan
hidup sederhana dan ikhlas dengan menerapkan Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw.
c.
Observasi
Berdasarkan pada observasi
yang penulis buat pada siklus kedua, maka data yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
1) Pada pertemuan pertama,
siswa nampak antusias menjalani proses pembelajaran dari sebelumnya dan mereka
nampak sudah terbiasa dengan pendekatan yang diterapkan.
Semakin
nampak oleh penulis bahwa siswa menyenangi tipe pembelajaran ini. Hal tersebut
nampak dari bagaimana siswa cepat respon jika penulis mencoba memberikan
pertanyaan di sela- sela pelajaran berlangsung.
2) Pada pertemuan kedua
dan ketiga, terlihat siswa semakin akrab dengan pendekatan
ini karena mereka senang dengan mobilisasi aktivitas pembelajaran sehingga
kemungkinan untuk bosan dan mengantuk sangat kecil. Nampak dominasi kelas
berkurang, yang semula pasif dan kurang memahami pelajaran menjadi lebih aktif
dan lebih menguasai pelajaran. Keakraban dan antusiasme belajar juga terlihat
sebagai efek dari rasa percaya diri setelah mengulang- ulang pembahasan dan
membaginya dengan siswa lain dengan cara yang tidak membosankan. Suasana kelas
menjadi lebih gaduh dikarenakan aktivitas diskusi siswa yang semakin hidup.
d.
Refleksi dan Evaluasi
Refleksi dalam tindakan ini adalah
peneliti melihat bahwa pada siklus kedua, peningkatan prestasi belajar siswa
dalam mata pelajaran PAI meningkat dan menunjukkan hasil yang maksimal, baik dari
segi nilai rata-rata maupun dalam pencapaian nilai ketuntasan minimal. Demikian
pula halnya dengan data kualitatif siswa mengalami banyak perkembangan positif.
Pada siklus ini diterapkan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan menetapkan dan membenahi
kekurangan yang terjadi pada siklus I dan dapat dilihat pada tabel berikut.
Statistik
|
Nilai
Statistik
|
Subjek
Skor Ideal
Skor Maksimum
Skor Minimum
Rentang Skor
Skor Rata- Rata
|
37
10
9.5
8
1.5
8.9
|
Tabel
8. Data Statistik Skor Penguasaan Siswa
pada Tes Siklus II
Tabel 8 menunjukkan
bahwa skor rata- rata prestasi belajar PAI setelah diterapkan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada siklus II adalah 8.9 dari
skor ideal 10.
Apabila kemampuan siswa
menyelesaikan soal- soal pada tes siklus II dianalisis, maka persentase
ketuntasan belajar siswa pada tes siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.
Skor
|
Frekuensi
|
Persentase
|
Kategori
|
0< x 7.9
8.0 < x < 10
|
0
37
|
0
100
|
Tidak Tuntas
Tuntas
|
Tabel
9. Tabel distribusi frekuensi ketuntasan belajar siswa pada tes siklus II
Dari tabel distribusi di atas, dapat
dilihat bahwa banyaknya siswa yang tuntas adalah 37 siswa, dengan persentase
100 %. Dari tes siklus I ke tes siklus II mengalami peningkatan yaitu dari 28
siswa yang tuntas pada tes siklus I meningkat pada tes siklus II menjadi 37
siswa. Siswa yang sebelumnya tidak tuntas sejumlah 9 orang, pada tes akhir
siklus II menjadi tuntas. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa seluruh siswa
Kelas V SDN …………….. mencapai nilai standar KKM setelah diterapkannya Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw siklus II.
Berdasarkan kriteria penilaian standar yang digunakan untuk mengukur hasil
belajar murid, maka dapat dilihat
prestasi belajar murid sebagaimana tergambar dalam tabel berikut.
SKOR
|
FREKUENSI
|
KETERANGAN
|
0-5.4
|
0
|
Sangat Rendah
|
5.5-6.4
|
0
|
Rendah
|
6.5-7.9
|
0
|
Sedang
|
8.0-8.9
|
14
|
Tinggi
|
9.0-10
|
23
|
Sangat Tinggi
|
Tabel 10. Acuan Kriteria Penilaian
Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil tes pada siklus II, kategori prestasi
belajar PAI siswa adalah 0 siswa dalam kategori sangat rendah, 0 siswa dalam
kategori rendah, 0 siswa dalam kategori sedang, 14 siswa dalam kategori tinggi,
dan 23 orang siswa yang mencapai kategori sangat tinggi.
B. Hasil Analisis
Kualitatif
Hasil data kuantitatif tidak menjadi
satu- satunya tolok ukur keberhasilan sebuah penelitian, akan tetapi perlu juga
untuk memperhatikan bagaimana hasil analisis kualitatifnya selama proses
belajar mengajar berlangsung dengan menerapkan metode pembelajaran yang dipilih.
Berikut ini adalah data perubahan
siswa selama proses kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw.
1.
Kehadiran siswa
dari pertemuan pertama hingga akhir sangat maksimal yaitu 100%.
2.
Siswa yang
memperhatikan penjelasan pada saat proses pembelajaran meningkat dari 48.7%
pada pra siklus menjadi 70.2% pada siklus I dan kemudian meningkat lagi menjadi
100% pada siklus II. Hal ini disebabkan karena siswa merasa lebih mudah
memahami pelajaran dengan metode diskusi yang variatif dari sekedar diskusi
pada umumnya.
3.
Siswa yang
meninggalkan aktifitas negatif selama proses pembelajaran meningkat dari 50%
pada siklus I menjadi 97.2% pada siklus II. Hal ini disebabkan karena perhatian
mereka teralih dari kebiasaan bermain dan bercerita ke aktivitas pembelajaran.
4.
Siswa yang
aktif dalam mengerjakan tugas pada saat pemberian tugas meningkat dari 62.16%
pada siklus I menjadi 100% di siklus II. Hal ini membuktikan bahwa motivasi dan
perhatian siswa semakin meningkat dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
ini.
5.
Siswa yang
mampu menjawab atau mengerjakan soal mengalami peningkatan dari 54.05% siklus I
menjadi 100% di siklus II.
6.
Siswa yang
masih perlu bimbingan dalam mengerjakan soal latihan mengalami penurunan yang
signifikan dari 45.94% pada siklus I menjadi 94.59% pada siklus II.
C. Refleksi
Terhadap Pelaksanaan Tindakan
1.
Pada awal
penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ini, siswa masih kurang beradaptasi sehingga aktivitas
pembelajaran masih pasif. Kondisi tersebut menjadi PR peneliti untuk
membiasakan siswa dengan metode tersebut. Pada pertemuan ketiga, siswa telah
menikmati metode ini yang nampak dari keaktifan mereka selama kelas
pembelajaran berlangsung. Peneliti mengkaji hal- hal yang menjadi faktor
pendukung dan penghambat berhasilnya metode ini yang kemudian menjadi acuan
peneliti pada pertemuan berikutnya. Perlahan tapi pasti, pandangan siswa
terhadap mata pelajaran PAI yang semula dianggap membosankan berubah menjadi
mata pelajaran yang menyenangkan.
2.
Pandangan siswa terhadap penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw sangat positif. Siswa menilainya
sebagai sebuah metode yang menyenangkan dibandingkan mereka hanya duduk diam
mendengarkan sebagaimana model pembelajaran yang diterapkan sebelumnya.
D. Pembahasan
1.
Motivasi
Belajar Siswa dengan Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Setelah melaksanakan
proses Penelitian Tindakan Kelas selama dua bulan dengan menggunakan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw, penulis menemukan adanya
peningkatan motivasi belajar siswa dari sebelum dan setelah metode pembelajaran
ini diterapkan.
Indikasi dari
meningkatnya motivasi belajar PAI siswa adalah adanya peningkatan partisipasi
aktif, peningkatan penyelesaian soal- soal yang diberikan, penurunan aktivitas
negatif, dan keakraban yang semakin terjalin antar siswa.
Siswa mempunyai
kepercayaan diri yang tinggi dalam menjawab soal secara tertulis maupun dengan
mempresentasikannya di depan kelas. Hal tersebut dikarenakan siswa dapat
memahami materi dengan jelas setelah mengikuti jalannya proses pembelajaran
yang mana dalam aktivitasnya, siswa secara tidak langsung mengulang- ulang
materi dan melibatkan beberapa panca inderanya.
2.
Prestasi
Belajar Siswa dengan Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Metode pembelajaran
kooperatif ini memiliki dampak positif yang sangat signifikan terhadap
peningkatan prestasi belajar siswa. Berdasarkan pada indikator keberhasilan,
siswa dikatakan tuntas apabila memperoleh skor minimal 8 dari skor ideal dan
tuntas belajar secara klasikal apabila 85% dari keseluruhan jumlah siswa
mencapai nilai ketuntasan belajar. Dengan melihat persentase ketuntasan belajar
maka jelas terlihat bahwa siswa Kelas V SDN ……………………….mencapai tuntas baik
secara individual maupun secara klasikal.
Persentase peningkatan
prestasi belajar siswa dapat dilihat sebagai berikut:
a.
Berdasarkan
nilai rata-rata kelas siswa, secara berurut dari pra siklus, siklus I, dan
siklus II adalah 7.75 > 8.36 >
8.9.
b.
Berdasarkan
nilai ketuntasan belajar, secara berurut dari pra siklus, siklus I, dan siklus
II adalah 37.8% > 75.7% > 100%.
c.
Berdasarkan
kategori prestasi belajar siswa, secara berurut, jumlah siswa dari kategori
rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi adalah 5, 18, 13, dan 1 orang siswa
pada pra siklus. Kemudian 0, 9, 18, dan 10 orang siswa pada siklus I. Kemudian
pada siklus II, sudah tidak ada lagi siswa yang berada pada kategori rendah dan
sedang. Kategori yang terisi hanya pada kategori tinggi sebanyak 14 orang siswa
dan kategori sangat tinggi sebanyak 23 orang siswa.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
Berdasarkan
pada hasil penelitian yang telah diterangkan di atas, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan yang mewakili isi pembahasan secara keseluruhan sekaligus
menjawab rumusan permasalahan yang telah disebutkan. Adapun kesimpulan yang
dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw memiliki dampak positif yang
signifkan dalam upaya meningkatkan motivasi belajar PAI siswa yang ditandai
dengan keaktifan siswa dalam mengikuti setiap alur penerapan metode
pembelajaran ini.
2. Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw memiliki dampak positif yang
signifkan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar PAI siswa yang ditandai
dengan meningkatnya nilai rata- rata kelas siswa, meningkatnya kategori
prestasi belajar siswa, dan tercapainya nilai ketuntasan minimal baik secara
individual maupun secara klasikal.
3. Penerapan
Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw memberi dampak positif bagi siswa
dalam aspek attitude dalam
pembelajaran. Siswa lebih disiplin, tenang, dan tidak bermain sebagaimana
sebelumnya.
B.
Saran
Sebagai
penulis yang telah melakukan penelitian mengenai Metode Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw, terdapat beberapa saran
yang penulis ingin sampaikan terkait hal tersebut sebagai upaya peningkatan
kualitas siswa. Beberapa saran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan
Metode Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw membutuhkan durasi waktu yang
lebih lama dibandingkan dengan beberapa tipe pembelajaran lainnya. Olehnya itu,
guru harus mempersiapkan waktu dengan baik agar waktu dapat dipergunakan dengan
efektif dan efisien.
2. Dalam
penerapan suatu metode, secara khusus Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw, guru perlu melakukan arahan dan
pendampingan yang maksimal terhadap siswa agar proses pembelajaran berjalan
sebagaimana mestinya. Terkait dengan metode ini, terdapat beberapa langkah yang
sifatnya mobile, jika guru tidak mengarahkan
dengan baik, maka pembelajaran tidak dapat berjalan sesuai prosedur.
3. Untuk
memperkaya pengetahuan mengenai penerapan metode ini, peneliti selanjutnya
sebaiknya melakukan inovasi yang variatif dari yang penulis lakukan agar metode
ini menjadi semakin menyenangkan dan memberi hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyanto. 1991.
Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka
cipta.
Astuti, Endang Sri dan Resminingsih. 2010. Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada
Satuan Pendidikan Menengah. Jakarta: PT Grasindo.
Azizy, Qodry. 2003. Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika Sosial, Mendidik Anak Sukses
Masa Depan: Pandai dan Bermanfaat. Semarang: Aneka Ilmu.
Departemen Agama RI. 2001. Metodologi
Pendidikan Agam Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam.
Djamarah. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi
Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
Fitrianti. 2016. Sukses Profesi Guru dengan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta:
Deeppublish.
Hakim, Thursan.
2000. Belajar Secara Efektif, Panduan Menemukan Teknik Belajar. Jakarta: Puspa Swara.
Hapsari, Sri. 2005. Bimbingan dan Konseling SMA. Jakarta: PT Grasindo.
Kementrian Agama
RI. 2010. Syamil al Qur’an Terjemah
Tafsir Perkata. Jakarta: Sigma Examedia Arkanleema.
Liem, Anita.
2008. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-
Ruang Kelas. Jakarta: PT Grasindo.
Mukhlis. 2015. Kumpulan Model- Model Pembelajaran Kooperatif. http://modelpembelajaranmukhlis.blogspot.co.id/2015/09/pengertian-langkah-langkah-kelebihan. Diakses pada
28 Otober 2016.
Mulyasa, E.
2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa. 1988. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Republik
Indonesia. 2005. Undang- undang Sistem
Pendidikan Nasional. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Ridho, Nur.
2011. Model Pembelajaran Kooperatif. http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-Indonesia/Modelpembelajaran. Diakses pada
28 Oktober 2016
Robbins,
Stephen dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku
Organisasi, Organizational Behavior. Salemba Empat.
Rohani, A. 2004.
Pengelolaan Pengajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sanjaya,
Wina. 2010. Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Satori,
Djam’an. 2010. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suyanto dan Asep
Jihad. 2013. Menjadi Guru Professional.
Jakarta: Esensi Erlangga Grup.
Tim Penyusun
Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Wahyuddin, et al. 2009. Pendidikan Agama Islam, Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo
Zuhairini, et al. 1981. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional.
Lampiran 4
ANGKET PENELITIAN SEBELUM TINDAKAN
Tanggal :
Nama :
Kelas :
Jawablah setiap pertanyaan di bawah ini dengan sejujur-
jujurnya dengan memilih salah satu jawaban yang dianggap paling tepat.
1.
Belajar Mata Pelajaran PAI
menyenangkan.
a.
Setuju b.Tidak
Setuju
2.
Menurut saya, memahami pelajaran PAI
adalah sulit
a.
Setuju b.Tidak
Setuju
3.
Saya suka mengikuti pelajaran PAI yang diajarkan oleh guru.
a.
Setuju b.Tidak
Setuju
4.
Ketika pelajaran PAI, saya menjadi
mengantuk dan lebih suka bermain
a.
Setuju b.Tidak
Setuju
5.
Saya menginginkan guru memberikan cara
lain yang menyenangkan dalam mengajar pelajaran PAI
a.
Setuju b.Tidak
Setuju
6.
Saya tidak terlalu suka belajar PAI di
kelas
a.
Setuju b.Tidak
Setuju
7.
Guru mengajari saya buku pelajaran PAI dengan cara menyenangkan
a.
Setuju b.Tidak
Setuju
8.
Belajar PAI itu membosankan
a.
Setuju b.Tidak
Setuju
9.
Saya ingin pelajaran PAI lebih lama
daripada pelajaran lainnya.
a.
Setuju b.Tidak
Setuju
10.
Belajar PAI dengan belajar mata
pelajaran lainnya sama saja menurut saya
a.
Setuju b.Tidak
setuju
Lampiran 5
ANGKET PENELITIAN SETELAH TINDAKAN
Tanggal :
Nama :
Kelas :
Jawablah setiap pertanyaan di bawah ini dengan sejujur-
jujurnya dengan memilih salah satu jawaban yang dianggap paling tepat.
1.
Belajar Mata Pelajaran PAI dengan Tipe Jigsaw sangat menyenangkan.
a.
Setuju b.Tidak
Setuju
2.
Saya semangat belajar PAI jika
menggunakan metode pembelajaran tipe Jigsaw
a. Setuju b.Tidak Setuju
3.
Saya selalu ingin belajar PAI dengan
tipe Jigsaw yang diberikan oleh guru
di kelas
a.
Setuju b.Tidak
Setuju
4.
Saya aktif belajar di kelas jika yang
digunakan adalah tipe Jigsaw
a.
Setuju b.Tidak
Setuju
5.
Belajar menggunakan tipe Jigsaw dengan
metode ceramah sama saja menurut saya.
a.
Setuju b.Tidak
Setuju
6.
Saya susah memahami pelajaran PAI jika yang digunakan adalah tipe Jigsaw
a.
Setuju b.Tidak
Setuju
7.
Saya semakin malas belajar jika yang digunakan
adalah tipe Jigsaw
a.
Setuju b.Tidak
Setuju
8.
Saya lebih suka belajar PAI dengan tipe
Jigsaw daripada belajar dengan hanya membaca
a.
Setuju b.Tidak
Setuju
9.
Belajar dengan menggunakan tipe Jigsaw
membuat saya malas belajar PAI.
a.
Setuju b.Tidak
Setuju
10.
Saya sangat suka cara guru mengajarkan
PAI dengan tipe Jigsaw.
a.
Setuju b.Tidak
setuju
Bagikan
PTK TIPE JIGSAW
4/
5
Oleh
Unknown