Minggu, 30 Oktober 2016

CERMIN BERDEBU



Suatu hari, saat sowan ke rumah [tepatnya asrama] kawan,
Saya menonton sebuah pertunjukan “menarik”, diperankan oleh 2 orang pelakon.
……
Sebut saja mereka Fulanah & Fulanih.
Dari luar kamar, saya mengamati Fulanah sedang menikmati buku bacaannya. Santai bersandar pada dinding, sembari menyelonjorkan kaki dengan bantal di pangkuannya. Nampak sangat khusyuk memang, hening.

Sementara itu,

Fulanih yang lagi tak ada kerjaan, sepertinya niat usil mengusik Fulanah. Dengan berjinjit perlahan, Fulanih menuju kamar Fulanah. Diintipnya Fulanah dan kemudian…”GUBRAK”….Fulanih menggebuk pintu keras-keras.
" Ha...ha...ha..." Fulanih dengan aura merdeka nan bahagia (*^_^*) menikmati keterkejutan Fulanah. 
Namun sesaat kemudian….”BUK”…bantal yang tadinya duduk manis di pangkuan Fulanah, mendarat di muka Fulanih yang belum kelar menikmati kepuasannya.

Yup, Fulanah dengan emosi di atas rata-rata melemparkan bantal ke muka Fulanah dengan cukup keras. Tak sampai di situ, pembalasan Fulanah berlanjut dengan teriakan yang volumenya cukup tinggi bagi takaran telinga saya 
“ihs…tidak beradab betul orang ini, tidak tau lihat situasi #z-*zz3!!!l……dst” 
dan terjadilah silat lidah kecil-kecilan.
……
Hmm, dimana menariknya?
Bukankah scenario semacam ini kerap terjadi? Adegannya juga tidak dramatis, simple.
Ya, bagi saya, adegannya menarik. Lagi- lagi, saya melihat ada Cermin Berdebu.

Fulanah meneriaki Fulanih tak beradab, tanpa Fulanah sadari bahwa sesungguhnya dirinya lebih-lebih tak beradab.
Layaknya pepatah kuno... 
‘Semut di balik batu nampak, gajah di pelupuk mata tak nampak”

Lets Check it Out some same cases 
·         X: Malas ah berurusan dengan dia, dia itu suka gossip. Padahal ya, dia sendiri sebenarnya punya aib.
Y: Yang benar, aib apa?
X: Tau tidak?, sebenarnya dia itu.........
~ Tanpa X sadari bahwa dirinya juga seorang Gossipper~

X: Saya benciiiii sama dia, dasar pemarah, pokoknya saya tidak peduli lagi dengannya, selesai!!!.
Y: Koq bisa?
X: Masa’ iya saya cuma tanya2 masa lalunya trus dia marah.
~ Tanpa X sadari bahwa dalam dirinya tertanam sifat pemarah~

X: Enak saja bentak bentak saya, pake gengsi lagi minta maaf.
Y: Emang kenapa dibentak?
X: Saya cuma protes kenapa nafkah yang dia kasih segitu gitu saja
~Tanpa X sadari bahwa yang sebenar- benarnya tak pandai meminta maaf adalah dirinya~

X: Tega benar Fulanah menuduh Fulanih mencuri uangnya, padahal mereka kan sahabat.
Y: Emang benar Fulanah menuduh bgt?
X: Ya....apalagi namanya kalau bukan menuduh, Fulanah selalu mengamati gerak gerik Fulanih
~Tanpa X sadari kalau sebenarnya dia sendiri sedang menuduh Fulanah~

X: Hati- hati, di sekitar kita banyak yang mengaku kawan, tapi sebenarnya mereka musuh dalam selimut.
Y: Ada ya yang kayak gitu?
X: Ya adalah. Sebenarnya si Fulanah itu kayak gitu orangnya. Tapi jangan bilang2 ya, nggak enak, kami kan sohiban.
~Tanpa X sadari, kalau yang ditanyakan Y salah satunya adalah dirinya~

X: Dasar tukang su’udzan. Sampai hati dia berburuk sangka pada saya, bahwa saya sengaja tidak mau kasih pinjaman
Y: Dia bilang begitu?
X: Tidak langsung sih, tapi dari sikapnya sudah terbaca.
~ Tanpa X sadari, bahwa panah-panah buruk sangka sedang tertancap di benaknya~

X: Eh...mulut dijaga ya, jangan kasar begitu. Memangnya orang tuamu bodoh ya sampai tidak becus didik anaknya sopan santun.
~ Tanpa X sadari, kalau kekasaran sedang bersemayam dalam dirinya~

Hufftt…..I need to take a deep breath (-.-)
Hal semacam ini akrab di sekitar kita, bahkan mungkin, kita adalah salah satu diantaranya, wa iyyadzubillah.

  • Cermin Berdebu, tak semestinya terpajang. Ia adalah rongsokan sekalipun dibingkai dengan pigura emas.
  • Cermin Berdebu, menyamarkan bayangan, sehingga tak nampak kerutan, flek-flek hitam ataupun pori- pori yang kian membesar. Tak nampak kerusakannya,sehingga diri merasa suci dan tak perlu dicuci. Maka diri akan terus memanjakannya hingga kerutan, flek dan pori2 berakar di dasar.
  • Cermin Berdebu, menjadikan diri tak nampak seutuhnya, sehingga ia lebih sibuk mengoreksi sekitarnya.
Ganti, gantilah dengan Cermin Bening, yang kan menampakkan setiap titik titik noda dengan terang. Maka dalam diri akan hidup rasa malu dan hasrat untuk senantiasa membersihkan diri, agar titik titik noda itu perlahan memudar dan hilang.

Dimana Cermin Bening itu berada?
Dia tidak jauh, tak perlu berpayah-payah mencarinya,
Dia hanya terhalang oleh angkuhnya Cermin Berdebu,
Dialah “as-shidiq”~ Kejujuran~
Kejujuran untuk menilai diri sendiri
Kejujuran untuk tidak mendustai kekurangan diri
Kejujuran untuk mengakui kebaikan orang lain.
***
Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.(H.R. Muslim)

Bagikan

Jangan lewatkan

CERMIN BERDEBU
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.