Jumat, 18 November 2016

PTK MAKE A MATCH


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembangunan bangsa. Kajian di berbagai negara menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara tingkat pendidikan dengan tingkat perkembangan bangsa. Di Indonesia, pendidikan diharapkan mampu menghasilkan manusia dan masyarakat Indonesia yang demokratis, religius, mandiri, bermartabat, menjunjung tinggi harkat kemanusiaan dan menekankan keunggulan masyarakat di berbagai bidang. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3,  Republik Indonesia (2005: 8) sebagai berikut.
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi murid agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwah kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Di Indonesia dikenal beberapa jenjang pendidikan formal, mulai dari jenjang TK hingga jenjang perguruan tinggi. Di antara jenjang pendidikan tersebut, ada dua jenjang dimana murid berada pada masa usia dini. Penulis memandang bahwa penanaman sikap cinta belajar perlu ditanamkan sejak anak usia dini. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Megawangi (2007: 30) dalam bukunya Character Space Parenting  memberi pernyataan sebagai berikut.
Pendidikan untuk usia dini (TK dan SD) adalah masa-masa paling kritis dalam membangun fondasi. Apabila pada masa usia dini murid sudah mendapatkan pendidikan yang salah, maka sikapnya terhadap belajar akan negatif dan akan terus terbawa hingga usia dewasa sehingga sulit untuk menjadi pencinta belajar.

Dalam dunia pendidikan, khususnya di Indonesia, pelajaran IPS merupakan salah satu pelajaran yang diperhitungkan. Berdasarkan temuan Depdiknas (2007) melalui hasil penelitian menunjukkan bahwa:
Masih banyak permasalahan pelaksanaan standar isi mata pelajaran IPS. Guru dalam menerapkan pembelajaran lebih menekankan  pada metode yang mengaktifkan guru, pembelajaran yang dilakukan guru kurang kreatif, lebih banyak menggunakan metode ceramah dan kurang mengoptimalkan media pembelajaran, sehingga murid kurang aktif dalam pembelajaran tersebut. Murid hanya diam saja dan mudah jenuh dalam pembelajaran. Selain itu kurangnya motivasi yang diberikan guru juga menjadi faktor kurangnya hasil belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran IPS.

Irmin (2004: 1) menyatakan bahwa “guru adalah potret yang selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya mencerdaskan bangsa. Diakui atau bahkan dilupakan, guru adalah salah satu komponen pencipta peradaban. Dengan menyadari hal tersebut, maka hendaknya seorang guru tidak menyelenggarakan proses pembelajaran yang dilakukannya dengan apa adanya. Usman (2004: 21) memberikan gambaran bahwa “Guru yang efektif berperan sebagai pengelola proses pembelajaran, bertindak sebagai fasilitator yang berusaha menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif sehingga dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan murid untuk menyimak pelajaran agar dapat mencapai tujuan pendidikan”.

Pelaksanaan pembelajaran IPS seperti yang diutarakan di atas, merupakan gambaran yang terjadi di SDN 147 Pelali, Kec. Curio, Kab. Enrekang. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh penulis sendiri pada pembelajaran IPS dinyatakan bahwa  minat murid dalam mempelajari IPS kurang, hal ini berdampak pada rendahnya hasil belajar mereka. Penulis menganalisa letak permasalahan dari kurangnya minat murid dalam belajar IPS dan kemudian menemukan bahwa salah satu sebab utamanya adalah guru kurang variatif dalam menggunakan metode pembelajaran.
Nana Sudjana (Rohani, 2004) menjelaskan bahwa” Strategi mengajar/ pengajaran adalah taktik  yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar (pengajaran) agar dapat mempengaruhi  murid untuk dapat mencapai tujuan pengajaran  secara lebih efektif dan efisien”.
Untuk memecahkan masalah pembelajaran tersebut, maka penulis memilih alternatif tindakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang dapat mendorong keterlibatan murid dan meningkatkan keterampilan guru. Dengan penggunaan pendekatan yang tepat akan menghidupkan pembelajaran yang ditandai dengan murid aktif, kreatif, dan menyenangkan. Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu model pembelajaran yang lebih komprehensif dan dapat mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya. Atas dasar itulah penulis mencoba mengembangkan strategi pembelajaran kooperatif dengan model pembelajaran make a match.
Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan murid dalam kelas, guru menerapkan model pembelajaran make a match. Model pembelajaran make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada murid. Penerapan model ini dimulai dengan murid disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktu yang ditetapkan, murid yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka akan dilakukan pengkajian lebih mendalam melalui penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Make a Match dalam Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Murid Kelas V Sekolah Dasar Negeri 147 Pelali, Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang”.
B.     Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, salah satu masalah utama rendahnya hasil belajar murid dalam pembelajaran IPS adalah rendahnya minat belajar murid. Minat belajar tersebut dipengaruhi oleh kurang inovatifnya metode atau strategi pembelajaran yang diterapkan di kelas. Guru cenderung menggunakan metode konvensional yang membuat murid hanya diam mendengar , sementara pada dasarnya murid yang masih duduk di bangku sekolah dasar memiliki jiwa selalu ingin aktif bergerak meskipun dalam situasi sedang belajar.
C.    Alternatif Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan masalah tentang rendahnya hasil dan minat belajar IPS murid Kelas V SDN 147 Pelali Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang, penulis menerapkan strategi pembelajaran kooperatif dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match.

D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan alternatif pemecahan masalah tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peningkatan hasil belajar IPS murid Kelas V SDN 147 Pelali Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang melalui Model Pembelajaran Make a Match?
E.     Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan maksud meningkatkan hasil belajar IPS melalui model pembelajaran Make a Match pada murid Kelas V SDN 147 Pelali Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang.
F.     Manfaat Penelitian
1.      Manfaat Teoretis
            Dalam setiap penelitian, diharapkan adanya manfaat yang dapat diambil oleh beberapa pihak. Adapun manfaat bagi peneliti adalah melalui penelitian ini peneliti dapat meng-upgrade keprofesionalan diri guna menciptakan proses pembelajaran yang kondusif.
2.   Manfaat Praktis
a.    Bagi murid, pengalaman belajar IPS dengan model pembelajaran make a match akan menjadi pengalaman yang sangat bermakna untuk terus mengembangkan cara-cara belajarnya.
b.    Bagi guru, pengalaman mengajar IPS dengan model pembelajaran make a match ini dapat digunakan sebagai upaya perbaikan dan inovasi pembelajaran atas prakarsa sendiri, sehingga guru tidak mudah berpuas diri untuk meningkatkan kualitas keprofesionalannya dalam mendidik dan mengajar.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.  Teori Pendukung dan Penelitian yang Relevan
Dalam penyusunan sebuah karya ilmiah dibutuhkan berbagai dukungan teori dan berbagai sumber dan rujukan yang mempunyai relevansi dengan rencana sebuah penelitian. Sebelum melakukan penelitian penulis telah melakukan kajian terhadap penelitian- penelitian sebelumnya dan referensi yang berkaitan dengan pembahasan ini.
1.    Teori Pendukung
a)        Teknik Pembelajaran Kooperatif
Sardiman A.M. (2004: 73) dalam bukunya yang berjudul Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar mengemukakan bentuk- bentuk interaksi yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar murid.
Sanjaya (2010) dalam bukunya yang berjudul Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan banyak menerangkan tentang ragam strategi pembelajaran yang sesuai dengan standar proses pendidikan yang berlaku dan secara khusus membahas tentang strategi pembelajaran kooperatif.
Nata (2011) dalam bukunya yang berjudul Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran yang diterbitkan oleh Kencana Prenada Media Group membahas tentang komponen strategi pembelajaran serta model pembelajaran kooperatif dan interaktif learning.
Sudjana (1988) (Rohani, 2004)  menjelaskan bahwa  “strategi mengajar/pengajaran adalah taktik  yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar  (pengajaran) agar dapat mempengaruhi  para siswa untuk dapat mencapai tujuan pengajaran  secara lebih efektif dan efisien”.
b)        Ilmu Pengetahuan Sosial
Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006, Kementrian Pendidikan (2006: 5)  tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa standar kompetensi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, murid diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Di masa yang akan datang murid akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Pengajaran IPS di SD ditujukan bagi pembinaan generasi penerus usia dini agar memahami potensi dan peran dirinya dalam berbagai tata kehidupannya, menghayati keharusan dan pentingnya bermasyarakat dengan penuh rasa kebersamaan dan kekeluargaan serta mahir berperan di lingkungannya sebagai insan sosial dan warga negara yang baik.
Melalui pengajaran IPS seperti yang digambarkan di atas diharapkan terbinanya sikap warga negara yang peka terhadap masalah sosial yang memberikan pelajaran yang membantu murid untuk mengenal hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya. IPS merupakan pelajaran yang memadukan sejumlah ilmu-ilmu sosial yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada kajian geografi, ekonomi, sosiologi, tata negera dan sejarah.
Pendidikan IPS adalah penyederhanaan adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari disiplin akademis ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah untuk tujuan institusional pendidikan dasar dan menengah dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila.
c)        Model Pembelajaran Make a Match
Dalam tulisan Dzaki (2009) ia menggambarkan bahwa:
Model Pembelajaran Make a Match artinya model pembelajaran mencari pasangan. Setiap murid mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang. Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran Make a Match akan riuh, tetapi sangat asik dan menyenangkan.

Langkah-langkah pembelajaran Make a Match adalah sebagi berikut :
1.    Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2.    Setiap murid mendapat satu buah kartu.
3.    Tiap murid memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4.    Setiap murid mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Artinya murid yang kebetulan mendapat kartu ‘soal’ maka harus mencari pasangan yang memegang kartu ‘ jawaban soal’ secepat mungkin. Demikian juga sebaliknya.
5.    Setiap murid yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.
7.    Demikian seterusnya sampai semua kartu soal dan jawaban jatuh ke semua murid.
8.    Kesimpulan/penutup
 Disamping dukungan teori dari beberapa referensi buku di atas, penulis melengkapi kajian pustaka ini dengan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis akan lakukan.
2.    Relevansi Penelitian Sebelumnya
Pertama, dalam sebuah blog yang ditulis oleh Ramadhan (2008) dengan nama blog Tarmizi Ramadhan’s Blog digambarkan sebuah hasil temuan lapangan yang pernah dilakukan oleh Widyaningsih dkk. Mereka melakukan penelitian dengan judul Cooperative Learning sebagai Model Pembelajaran Alternatif untuk Meningkatkan Motivasi Siswa pada Mata Pelajaran Matematika. Penelitian Widyaningsih mengambil tiga tipe pembelajaran kooperatif yaitu STAD, Jigsaw, dan Make a Match. Penerapan Cooperative Learning menurut hasil penelitian Widyaningsih dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan cooperative learning dalam pembelajaran matematika dapat menggunakan berbagai model serta efektif jika digunakan dalam suatu periode waktu tertentu. Suasana positif yang timbul dari cooperative learning memberikan kesempatan kepada murid untuk mencintai pelajaran dan guru matematika. Dalam kegiatan-kegiatan yang menyenangkan murid merasa lebih termotivasi untuk belajar dan berpikir. Namun tidak menutup kemungkinan kericuhan di dalam kelas akan terjadi.
Kedua, Rahayu dan Mayang (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Cooperative Learning Teknik Make a Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V pada Mata Pelajaran IPS Di Sekolah Dasar Negeri Candipuro 3 Lumajang. Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa:
Penerapan teknik/ metode Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri 3 Lumajang menunjukkan bahwa pretest murid mencapai 6,25%, sedangkan peningkatan hasil belajar pada siklus I ke siklus II mencapai 13,43% dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan. Berdasarakan hasil penelitian ini, disarankan untuk memberikan teknik pembelajaran kepada guru mata pelajaran IPS agar menerapkan pembelajaran seperti Make a Match dalam proses belajar mengajarnya sebagai teknik pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan hasil belajar murid.

Ketiga, Maulidina dan Noviana (2011) menunjukkan hasil penelitian bahwa:
Penerapan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV SDN Kromengan 2 Kabupaten Malang. Perolehan rata-rata hasil belajar siswa meningkat, dari siklus I ke siklus II sebesar 17% dengan ketuntasan belajar 98%. Sedangkan aktivitas belajar murid pada dari siklus I ke siklus II meningkat sebesar 11%. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas murid kelas IV SDN Kromengan 2 Kabupaten Malang.

Keempat, dalam skripsi Mus (2010) yang berjudul Motivating the Second Year Students to Speak English through Mutual Interview Technique at MA Madani Alauddin Pao- Pao dapat disimpulkan bahwa metode Mutual Interview Technique yang merupakan salah satu metode dari strategi pembelajaran kooperatif dapat memotivasi murid untuk berpartisipasi aktif di dalam kelas. Hal tersebut nampak dari meningkatnya kemampuan berbicara murid dari nilai rata-rata 50,5% pada siklus awal meningkat menjadi 69,3% pada siklus akhir.
Dari beberapa literatur pendukung di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dengan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan hasil belajar murid karena menghasilkan proses pembelajaran yang menyenangkan. Untuk itu model pembelajaran tersebut akan diterapkan dalam upaya menangani  rendahnya hasil belajar IPS murid Kelas V SDN 147 Pelali Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang.
B.  Kerangka Pikir
Pokok masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah penerapan Model Pembelajaran Make a Match untuk meningkatkan hasil belajar IPS murid kelas V sekolah dasar. Guru dan murid merupakan faktor penentu dalam proses pembelajaran, oleh karena itu, dalam rangka melaksanakan pembelajaran yang efektif di dalam kelas, keterlibatan guru dan seluruh murid secara aktif menjadi sesuatu yang mutlak diupayakan.
Kreativitas pendidik atau guru dalam menjalankan tugasnya harus ditandai dengan kinerja yang tinggi karena akan berpengaruh langsung terhadap peningkatan kualitas pendidikan. Guru perlu untuk mengembangkan berbagai macam strategi dalam rangka upaya meningkatkan motivasi belajar murid
IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang sebagian besar murid kurang termotivasi dalam proses pembelajarannya. Salah satu penyebabnya adalah karena materi yang disajikan kebanyakan berupa wacana yang perlu dihafal dan difahami. Untuk itu, diperlukan suatu metode yang tepat untuk mengajarkan mata pelajaran tersebut, dalam hal ini penulis memilih strategi pembelajaran kooperatif dengan model pembelajaran Make a Match.
Untuk lebih sederhananya dapat dilihat pada bagan berikut 



C.  Hipotesis Tindakan
Penggunaan Model Pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPS murid kelas V SDN 147 Pelali Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang.

  

BAB III
METODE  PENELITIAN

A.  Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (Class Action Reserach) yaitu penelitian yang fokus pada peningkatan kualitas dan pemecahan dari permasalahan pembelajaran pada satu kelas.
Alur Penelitian Tindakan Kelas ini berupa siklus yang mana tiap siklus mencakup perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Sanjaya (2010: 54) mengatakan bahwa “ PTK ini dinamakan model siklus karena model ini lebih menonjolkan kegiatan yang harus dilaksanakan peneliti dalam setiap kali putaran.
B.  Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDN 147 Pelali, Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang. Lokasi sekolah ini berada di pedesaan Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang dengan sarana dan prasarana yang terbatas sehingga menjadi kendala dalam pengembangan pendidikan.
Subjek penelitian ini adalah murid Kelas V SDN 147 Pelali, Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang. Adapun kelas yang akan penulis teliti terdiri atas 35 orang murid yang mana terbagi atas 10 orang murid laki laki dan 25 orang murid perempuan.

C.  Fokus Penelitian
Permasalahan ini muncul dengan kurangnya motivasi belajar murid pada mata pelajaran IPS yang berdampak pada rendahnya hasil belajar mereka. Oleh karena itu, penelitian ini berfokus pada permasalahan sebagai berikut:
1.    Meneliti proses pelaksanaan Model Pembelajaran Make a Match dalam upaya meningkatkan hasil belajar murid SDN 147 Pelali Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang.
2.    Meneliti hasil penerapan Model Pembelajara Make a Match dalam upaya meningkatkan hasil belajar murid SDN 147 Pelali Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang.
D.  Prosedur Penelitian
Penelitian dilaksanakan dua siklus, siklus pertama selama 4 minggu (1 bulan) dan siklus ke dua juga 4 minggu (1 bulan). Setiap minggu I, II, dan III dilakukan tatap muka dengan model pembelajaran Make a Match dan pada minggu ke IV dilakukan evaluasi hasil belajar.
Untuk lebih jelasnya, penulis gambarkan prosedur penelitian Penelitian Tindakan Kelas merujuk pada apa yang dijabarkan oleh Mulyasa (2009:84). Gambaran tersebut adalah sebagai berikut:
  
1.    Siklus I
a.         Refleksi Awal
            Pada tahap ini dilakukan identifikasi kesulitan murid dalam memahami pembelajaran IPS
b.        Perencanaan Tindakan
              Masalah yang ditemukan pada refleksi awal akan diatasi dengan melakukan langkah- langkah perencanaan tindakan, yaitu menyusun beberapa instrumen penelitian berupa: RPP, menerapkan Make a Match, soal tes, angket, dan lembar observasi.

c.         Pelaksanaan Tindakan
              Tahap ini dilakukan tindakan berupa pelaksanaan program pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Make a Match  berdasarkan RPP dan melakukan observasi terhadap keterlaksanaan RPP dan aktivitas murid
d.        Observasi
            Tahap ini dilakukan untuk mengumpulkan data- data dan menganalisisnya untuk kemudian dapat diambil kesimpulan dari hasil observasi pada siklus pertama. Jika pada siklus ini hasil yang diharapkan belum tercapai maka penelitian dilanjutkan ke siklus kedua.
e.          Refleksi, dan Evaluasi
              Refleksi dan evaluasi dinaksudkan untuk melihat kekurangan yang terjadi selama proses tindakan berlangsung untuk kemudian menjadi bahan acuan dalam perencanaan tindakan pada siklus berikutnya.
2.    Siklus II
a.    Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan berdasarkan refleksi pada siklus I dengan membuat instrumen penelitian berupa: RPP, menerapkan Model Pembelajaran Make a Match, soal tes, angket, dan lembar observasi.
b.    Pelaksanaan Tindakan
Tahap ini dilakukan tindakan berupa pelaksanaan program pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Make a Match  berdasarkan RPP dan melakukan observasi terhadap keterlaksanaan RPP dan aktivitas murid.

c.    Observasi
            Tahap ini dilakukan untuk mengumpulkan data- data dan menganalisisnya untuk kemudian dapat diambil kesimpulan dari hasil observasi pada siklus kedua. Pada dasarnya observasi pada setiap siklus relatif sama, hanya saja kadang dibedakan dengan adanya variasi dalam penyajian materi.
d.   Refleksi dan Evaluasi
            Refleksi dan evaluasi pada siklus kedua dimaksudkan untuk mengukur tingkat pencapaian murid dari siklus satu dan jika memungkinkan untuk dilaksanakan tindakan lanjutan pada siklus berikutnya.
E.  Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan selama penelitian berlangsung yaitu tes berupa pretest untuk mengukur hasil belajar awal IPS murid dan post-test untuk hasil belajar murid setelah diterapkan tindakan Make a Match, RPP, Pedoman Observasi untuk diadakan standar observasi agar mendapatkan data yang valid dan membantu tercapainya tujuan dari penelitian, dan angket untuk mengukur sikap murid terhadap tindakan yang diberikan.
F.   Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan menggunakan tiga teknik yaitu tes, observasi, dan dokumentasi.
1.    Tes
            Tes dimaksudkan untuk mengukur hasil belajar murid setelah menjalani tindakan pada beberapa kali pertemuan, biasanya dilaksanakan pada awal tindakan dan pada akhir setiap siklus.
2.    Observasi
Mulyasa memberi pengertian bahwa pedoman observasi adalah instrumen untuk mengadakan pengamatan terhadap aktivitas dan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran, baik itu dalam kelas maupun di luar kelas. Pedoman ini digunakan selama proses penelitian berlangsung dan peneliti sendiri turut berpartisipasi di dalamnya.
3.    Pedoman Dokumentasi
Pedoman dokumentasi adalah instrumen untuk melengkapi data berupa arsip- arsip, perangkat pembelajaran, ataupun dokumentasi peristiwa atau kejadian yang telah lalu.
Mulyasa (2009: 183) menyatakan bahwa” data penelitian dikumpulkan dan disusun melalui teknik pengumpulan data yang meliputi sumber data, jenis data, teknik pengumpulan data, dan instrumen yang digunakan”.
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data didasarkan pada jenis data dan sumber data.
1.    Data yang berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Data ini diperoleh dari sumber data berupa dokumen. Dokumen adalah sesuatu yang dapat dijadikan sumber data yang berupa tulisan. Teknik pengumpulan datanya disenut teknik dokumentasi. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dibuat oleh guru selaku peneliti.
2.    Data yang berupa aktivitas dalam proses pembelajaran. Data ini diperoleh dari aktivias guru dan murid selama proses pembelajaran berlangsung di tempat penelitian. Sumber datanya berupa peristiwa yang terjadi di tempat penelitian. Teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik observasi langsung. Pengamatan dilakukan sebelum, selama dan sesudah penelitian berlangsung.
3.    Data yang berupa hasil belajar. Data ini diperoleh dari sumber data yaitu murid yang melaksanakan pembelajaran. Teknik pengumpulan datanya dengan menggunakan tes.
4.    Data yang berupa respon murid dalam pembelajaran.Data ini diperoleh dari sumber data yaitu murid yang menerima Model Pembelajaran Make a Match yang mana teknik pengumpulan datanya dengan menggunakan angket untuk mengukur sikap murid.

G. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data hasil penelitian, peneliti tidak hanya menilai aspek kuantitatif akan tetapi juga menilai aspek kualitatif.
1.      Analisis data kuantitatif.
            Yang dimaksud dengan analisis data kuantitatif adalah analisis data murid yang berupa hasil tes dan terkait dengan angka. Data yang dianalisis adalah data hasil belajar yang merupakan hasil evaluasi di setiap siklus yang dilakukan.
2.      Analisis data kualitatif
Yang dimaksud dengan analisis data kualitatif adalah analisis data murid terkait dengan motivasi, sikap, minat dan kualitas kepribadian murid setelah menerima tindakan.
Data yang diperoleh dari peneliti akan dianalisis agar memperoleh data yang valid untuk disajikan sesuai dengan masalah yang dibahas. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tiga tahapan dalam menganalisis data sebagaimana penulis sadur dari Sugiyono (2008: 234) sebagai berikut.
1.    Reduksi Data. Semua data di lapangan dianalisis sekaligus dirangkum, dipilih hal- hal yang pokok dan difokuskan pada masalah yang pokok yang dianggap penting, dicari tema dan polanya sehingga tersusun secara sistematis dan mudah dipahami.
2.    Display Data. Display data atau penyajian data merupakan teknik yang digunakan oleh peneliti agar data yang diperoleh dan jumlahnya banyak, dapat dikuasai dan dipilih secara fisik dan dibuat dalam bagan.
3.     Verifikasi Data. Tahap ini merupakan teknik analisis data yang dilakukan oleh peneliti dalam rangka mencari makna data dan mencoba untuk mengumpulkannya. Pada awal kesimpulan data masih kabur, penuh dengan keraguan, tetapi dengan bertambahnya data dan diambil suatu kesimpulan, pada akhirnya akan ditemukan cara mengelola data.

H.  Indikator Keberhasilan
Untuk mengetahui keberhasilan penelitian ini ditetapkan indikator kinerja sebagai berikut:
1.      Penggunaan Model Pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPS murid kelas V SDN 147 Pelali, Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang.
2.       Adanya peningkatan hasil belajar murid, yaitu minimal 85% murid yang mencapai nilai hasil belajar tuntas (KKM = 75)  dari keseluruhan jumlah murid dalam kelas.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
            Hasil dan analisis data penelitian dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan penelitian tentang hasil belajar murid melalui model pembelajaran Make a Match yang telah dilaksanakan di SDN 147 Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang. Penelitian ini dilaksanakan dua siklus, adapun yang dianalisis adalah hasil tes awal, tes akhir siklus I dan tes akhir Siklus II.
A.      Hasil Kuantitatif Belajar Murid
1.    Analisis deskriptif  hasil sebelum  menggunakan Model Pembelajaran Make a Match.
            Berdasarkan analisis deskriptif tes awal, hasil belajar murid sebelum menggunakan model pembelajaran  Make a Match dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Statistik Skor Penguasaan Murid Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran Make a Match.
Statistik
Nilai Statistik
Subjek
Skor ideal
Skor maksimum
Skor Minimum
Rentang Skor
Skor rata-rata
Standar Deviasi
35
100
80
30
50
57,2
16,16
            Pada tabel 1 menunjukkan bahwa skor rata- rata hasil belajar IPS sebelum menggunakan model pembelajaran Make a Match adalah 57,2% dari skor ideal 100. Banyaknya murid yang tuntas sebanyak 6 orang (17,1%) dengan standar deviasi 16,16. Skor Maksimal yang diperoleh murid pada tes awal adalah 80 dan skor minimum yang diperoleh murid adalah 30.
            Apabila kemampuan murid menyelesaikan soal- soal pada tes awal dianalisis, maka persentase ketuntasan belajar murid pada tes awal dapat dilihat pada tabel 2
Skor
Frekuensi
Persen
Kategori
0<x < 74
75<x<100
29
6
82,85
17,14
Tidak tuntas
Tuntas

            Dari tabel 2 menunjukkan bahwa pada tes awal persentase ketuntasan murid sebesar 17,14% yaitu 6 dari 35 murid termasuk dalam kategori tuntas, sedangkan 82,85 % yaitu 29 dari 35 murid termasuk dalam kategori tidak tuntas, artinya dari 35 murid, ada 29 murid yang belum tuntas dan memerlukan perbaikan pada siklus I.
2. Analisis deskriptif Hasil Tes Akhir Siklus I
a)        Perencanaan Tindakan
            Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis mempersiapkan seluruh kebutuhan yang terkait dengan penelitian terlebih dahulu, yaitu: bahan pretest dan postest, RPP,angket dan alat pendukung lainnya.
            Pada siklus ini, penulis merancang empat kali pertemuan, yaitu pertemuan pertama sebagai pretest atau observasi awal mengenai hasil belajar awal murid sebelum tindakan, dan tiga kali pertemuan berikutnya merupakan pemberian tindakan Make a Match.
b)        Pelaksanaan Tindakan
Pertemuan I
Pada pertemuan pertama di siklus I, dilaksanakan pretest terhadap 35 orang murid untuk mengetahui hasil belajar awal murid sebelum dilaksanakan tindakan. Murid diberikan beberapa butir pertanyaan yang terkait dengan materi pelajaran IPS semester I. Pada pertemuan pertama ini murid juga diberi angket untuk melihat sikap dan motivasi murid dalam menerima pelajaran IPS.   
Pertemuan II
Pada pertemuan kedua, murid mulai diberikan bahan ajar dengan menerapkan model pembelajaran Make a Match.
Pertemuan III
Pada pertemuan ketiga murid diberikan penerapan Make a Match dengan materi yang berbeda dengan pertemuan sebelumnya yaitu
c)        Observasi
Berdasarkan pada observasi yang dibuat oleh penulis, data yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1)   Pada siklus pertama, khususnya pada pertemuan pertama yang mana murid, murid belum mampu menjawab butir pertanyaan dengan maksimal dan bahkan tidak menyelesaikan semua pertanyaan sementara alokasi waktu telah cukup.  Adapun mengenai sikap mereka dengan pembelajaran IPS selama ini mereka kebanyakan beranggapan bahwa belajar IPS membosankan dan susah untuk memahami setiap materinya. Sikap ini nampak dari angket yang dibagikan kepada murid.
2)    Pada pertemuan kedua siklus I, murid masih nampak canggung dalam menerima model pembelajaran Make a Match. Mereka masih asing dengan model pembelajaran tersebut sehingga penulis mengalami kesulitan dalam mengarahkan murid. Namun demikian, kelas nampak lebih aktif dari sebelumnya.
3)   Pada pertemuan ketiga siklus I, penulis mengamati bahwa murid sudah mulai beradaptasi dengan model pembelajaran Make a Match dan mulai nampak keaktifan murid dalam menjalani proses pembelajaran.
4)   Pada pertemuan keempat siklus I, penulis masih menerapkan model pembelajaran Make a Match dan nampak bahwa murid sangat senang dengan model pembelajaran tersebut.
d)       Refleksi dan Evaluasi
            Dari pemberian tindakan pada siklus 1, guru menyimpulkan bahwa masih dibutuhkan siklus berikutnya untuk dapat lebih meningkatkan hasil belajar murid pada pelajaran IPS. Sebagai bahan evaluasi, murid diberikan pertanyaan sesuai dengan materi yang telah diberikan sebelumnya selama diterapkannya model pembelajaran Make a Match.
            Pada siklus ini dilaksanakan tes hasil belajar yang berbentuk ulangan harian. Adapun analisis deskriptif skor perolehan murid setelah diterapkan model pembelajaran Make a Match selama siklus I dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Statistik skor penguasaan murid pada tes siklus I
Satistik
Nilai statistik
Subjek
Skor Ideal
Skor Maksimum
Skor Minimum
Rentang Skor
Skor Rata- Rata
Standar Deviasi
35
100
87
40
47
67,62
14,80

            Pada tabel 3 menunjukkan bahwa skor rata- rata hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial setelah diterapkan model pembelajaran Make a Match pada siklus I adalah 67,62 dari skor ideal 100. Banyaknya murid yang tuntas 18 orang dengan persentase 51,42% dan yang belum tuntas sebanyak 17 orang dengan persentase 48,57% dengan standar deviasi 14,80. Skor rata- rata yang diperoleh murid pada tes siklus I sudah mengalami peningkatan dimana skor rata- rata meningkat dari 57,22 pada tes awal menjadi 67,62 pada siklus I
            Apabila kemampuan murid menyelesaikan soal- sol pada tes siklus I dianalisis maka persentase ketuntasan belajar murid pada tes siklus I dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4.Distribusi frekuensi ketuntasan belajar murid pada tes siklus I
Skor
Frekuensi
Persen
Kategori
0< x < 74
75<x < 100
17
18
48,57
51,42
Tidak tuntas
Tuntas
           
            Dari tabel 4 menunjukkan bahwa pada tes siklus I persentase ketuntasan murid sebesar 51,42 % yaitu 18 dari 35 murid termasuk dalam kategori tuntas, sedangkan 48,57 % yaitu 17 dari 35 murid termasuk dalam kategori tidak tuntas, artinya dari 35 murid terdapat sebagian kecil yang belum tuntas dan memerlukan perbaikan pada siklus II.
3. Analisis deskriptif Hasil Tes Akhir Siklus II
a)        Perencanaan Tindakan
            Pada dasarnya, perencanaan pada siklus pertama dan siklus kedua tidak berbeda hanya saja pada siklus kedua penulis mencoba memberikan variasi dalam penerapan model pembelajaran Make a Match.
b)        Pelaksanaan Tindakan
Pertemuan pertama
Pertemuan pertama pada siklus kedua relatif sama dengan siklus sebelumnya, hanya saja murid diberikan variasi tindakan dan dengan tema materi yang berbeda.
Pertemuan kedua
Pertemuan kedua tidak berbeda dengan pertemuan sebelumnya, hanya saja materi yang diberikan berbeda sesuai dengan RPP yang telah disusun. Hal penting  diperhatikan pada pertemuan ini adalah guru berupaya keras untuk semakin meningkatkan motivasi dan hasil belajar murid sehingga hasil belajar murid lebih meningkat dari sebelumnya.
Pertemuan ketiga
Pertemuan ketiga merupakan pertemuan akhir dalam PTK ini dengan menerapkan model pembelajaran Make a Match dengan memberikan materi ajar sesuai dengan RPP yang telah dibuat.
Pertemuan keempat
Pada pertemuan keempat ini, murid diberikan tindakan posttest untuk mengukur hasil belajar murid selama proses penelitian berlangsung. Tujuan dari posttest ini adalah untuk mengukur peningkatan atau perbedaan hasil belajar antara sebelum diterapkannya Make a Match dan setelah diterapkan.
c)        Observasi
            Berdasarkan pada observasi yang penulis buat pada siklus kedua, maka data yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1)   Pada pertemuan pertama, murid nampak antusias menjalani proses pembelajaran dari sebelumnya dan mereka nampak sudah terbiasa dengan model yang diterapkan.
2)   Pada pertemuan kedua dan ketiga, terlihat murid semakin akrab dengan model pembelajaran dan guru tidak lagi kewalahan dan bekerja keras dalam memahamkan materi pelajaran kepada murid. Dengan adanya variasi dalam pelaksanaannya memotivasi murid untuk menerima setiap materi pelajaran.

d)       Refleksi, dan Evaluasi
            Refleksi dalam tindakan ini adalah peneliti melihat bahwa pada siklus kedua, peningkatan hasil belajar murid dalam mata pelajaran IPS meningkat dan menunjukkan hasil yang maksimal, baik dari segi nilai rata-rata maupun dalam pencapaian nilai ketuntasan minimal. Demikian pula halnya dengan data kualitatif murid mengalami banyak perkembangan positif.
            Pada siklus ini diterapkan model pembelajaran Make a Match dengan menetapkan dan membenahi kekurangan yang terjadi pada siklus I dan dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5 Statistik skor penguasaan murid pada tes siklus II
Statistik
Nilai Statistik
Subjek
Skor Ideal
Skor Maksimum
Skor Minimum
Rentang Skor
Skor Rata- Rata
Standar Deviasi
35
100
93
45
48
76
13,25
            Pada tabel 5 menunjukkan bahwa skor rata- rata hasil belajar Ilmu Pegetahuan Sosial setelah diterapkan model pembelajaran Make a Match pada siklus II adalah 76 dari skor ideal 100. Banyaknya murid yang tuntas 30 orang, dengan persentase 87,71%, dengan standar deviasi 13,25. Skor rata-rata yang diperoleh murid pada tes siklus II sudah mengalami peningkatan dimana skor rata- rata meningkat dari 67,62% pada siklus I menjadi 76% pada Siklus II.
            Apabila kemampuan murid menyelesaikan soal- soal pada tes siklus II dianalisis, maka persentase ketuntasan belajar murid pada tes siklus II dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Distribusi frekuensi ketuntasan belajar murid pada tes siklus II
Skor
Frekuensi
Persen
Kategori
0< x 74
75< x < 100
5
30
14,25
85,71
Tidak Tuntas
Tuntas

            Dari tabel 6 menunjukkan bahwa pada tes siklus II persentase ketuntasan murid sebesar  85,71% yaitu 30 dari 35 murid termasuk dalam kategori tuntas, artinya dari tes siklus I ke tes siklus II mengalami peningkatan yaitu dari 18 murid yang tuntas pada tes siklus I meningkat pada tes siklus II menjadi 30 murid. Hal ini disebabkan karena pada siklus II ini, para murid sudah mulai beradaptasi, dan terbiasa dengan menerapkan model pembelajaran Make a Match, setelah dilakukan pembenahan mengenai hal- hal yang dianggap kurang pada siklus I

B.       Hasil Analisis Kualitatif
            Disamping peningkatan hasil IPS selain penelitian pada siklus I dan siklus II tercatat sejumlah perubahan yang terjadi selama proses belajar mengajar berlangsung. Perubahan tersebut merupaka data kualitatif yang diperoleh dari lembar observasi pada setiap pertemuan yang dicatat pada tiap siklus mengetahui perubahan kesiapan murid dalam mengikuti proses belajar mengajar selama penelitian ini berlangsung.
            Berikut ini dalah data perubahan murid selama kegiatan proses kegiatan belajar mengajar.
1.    Kehadiran murid meningkat dari 70 % pada siklus I menjadi 95%  pada siklus II. Hal ini disebabkan karena ada pertemuan pertama sikuls I, kebanyakan murid menganggap bahwa model pemebelajaran yang akan diterapkan sulit unutk dipahami sehingga sebagian dari mereka enggan mengikuti penbelajaran di kelas.
2.    Murid yang memperhatikan penjelasan pada saat proses pembelajaran meningkat dari 70,5% pada siklus I menjadi 89% pada siklus II. Hal ini disebabkan karena murid menyadari akan pentingnnya peahaman dalam bekerja sama dalam kelompoknya agar dapat menjawab pertanyaan yang diberikan.
3.     Murid yang melakukan aktifitas negatif selama proses pembelajaran menurun dari 23% pada siklus I menjadi 5% pada siklus II. Hal ini disebabkan karena pada siklus I pertemuan pertama sebagian besar murid tidak memahami kelanjutan pembelajaran Make a MatCh dimana di akhir penilaian tes yang diadakan kelompok yang memperoleh niai tertinggi memperoleh penghargaan.
4.    Murid yang aktif dalam mengerjakan tugas pada ssat pemberian tugas meningkat dari 57,7% pada siklus I menjadi 88,6% disklus II. Hal ini membuktikan bahwa minat dan perhatian murid semakin meningkat dengan metode pembelajran yang disajikan
5.    Murid yang mampu mengerjakan soal di papan tulis mengalami penigkatan dari 60,3% siklus I menjadi 91,6% di siklus II. Hal ini membuktikan bahwa motivasi murid untuk mampu menyelesaikan masalah tidak lagi terbendung oleh sikap canggung dan rasa malu.
6.    Adapun murid yang masih perlu bimbingan dalam mengerjakan soal LKS, mengalami penurunan yang signifika dari 30,9% pada siklus I menjadi 10,3% pada siklus II. Penurunan persentase ini disebabkan karena murid benar- benar termotivasi dalam belajar selama diterapkannya metode pembelajaran ini.
7.    Murid yang kyrang percaya diri dalam mengerjakan Kuis (tidak mengerjakan, menyontek, dll), mengalami penurunan dari 20,6% pada siklus I menjadi 4,41% pada siklus II. Hal ini disebabkan karena pemahaman murid semakin bertambah seiring rasa percaya diri dalam bersaing baik individu maupun kelompok
8.    Murid yang aktif pada saat pemberian tugas semakin meningkat dari 60,6% pada siklus I menjadi  90% pada siklus II. Hal ini sebabkan karena murid termotivasi akan enghargaan kelompok dalam penerapan pebelajaran ini.

C.      Refleksi Terhadap Pelaksanaan Tindakan
1.      Pandangan murid terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat dikatakan mengalami perubahan kearah yang lebih positif. Hal ini dapat terlihat dari interaksi yang terjadi baik antara murid dengan maupun guru dengan murid di kelas.
2.      Pandangan murid terhadap penerapan model pembelajaran Make a Match, untuk hal ini umumnya murid menanggapi dengan positif. Mereka menganggap bahwa model pembelajaran tersebut memberikan peluang bagi mereka untuk lebih memahami materi.

D.      Pembahasan
            Dari hasil observasi yang dilakukan selama dua siklus dengan menerapkan model pembelajaran Make a Match memberikan banyak perubahan pada murid antara lain:
1.      Murid lebih termotivasi untuk belajar
2.      Murid merasa senang dengan metode yang diberikan
3.      Murid merasa lebih akrab dengan teman- temannta
4.      Murid mempunyai kepercayaan dalam mengerjakan pekerjaan di depan kelas.
            Di awal pertemuan terdapat kendala yang terjadi dalam proses pembelajaran yaitu masih adanya beberapa murid yang beradaptasi dengan model pembelajaran yang diterapkan sehingga masih terlihat gugup dalam aktivitas pembelajaran. Tapi hal ini tidak berlangsung lamakarena di akhir siklus I terjadi perubahan pada murid.
            Pada siklus II kendala yang ditemukan di siklus I sudah terkendali terlihat dari semakin meningkatnya minat belajar murid dan mampu menyelesaikan soal- soal yang diberikan oleh peneliti.
            Berdasarkan pada indikator keberhasilan, murid dikatakan tuntas apabila memperoleh skor minimal 75 dari skor ideal dan tuntas belajar secara klasikal apabila 85% dari keseluruhan jumlah murid mencapai nilai ketuntasan belajar. Dengan melihat persentase ketuntasan belajar maka jelas terlihat bahwa murid Kelas V SDN 147 Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang mencapai tuntas secara klasikal.


BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A.      Kesimpulan
            Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.        Model Pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan aktivitas murid dalam kelas selama proses belajar mengajar dan menciptakan suasana kondusif dan aktif di antara sesama murid.
2.        Hasil observasi murid Kelas V SDN 147 Pelali Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar IPS  dari sebelum diberi tindakan hingga diberi tibdakan siklus I dan siklus II
3.        Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini terbukti bahwa  penggunaan model pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPS murid Kelas V SDN Pelali Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang.
B.       Saran
1.        Diharapkan mengenalkan dan membiasakan murid dengan berbagai macam model pembelajaran kooperatif yang dapat memicu semangat belajar murid, salah satunya adalah model pembelajaran Make a Match.
2.        Karena kegiatan ini sangat bermanfaat bagi guru dan murid, maka kegiatan ini dapat dilakukan secara berkesinambungan dalam pelajaran IPS maupun pelajaran lainnya.


DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPS.

Dzaki, Muhammad Faiq,. (2009). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (membuat pasangan) – Langkah-Langkah Pembelajaran (http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-make.html diakses 22 April 2013)


Hasan, Muhammad Iqbal.(1999). Statistik. Jakarta: Bumi Aksara

Irmin, Soejitno, dkk. 2004. Menjadi Guru yang Bisa Digugu dan Ditiru. Syeima Media

Maulida dan Noviana. 2011. Penerapan model pembelajaran make a match untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPS siswa kelas IV SDN Kromengan 02 Kabupaten Malang (http://library.um.ac.id/ptk/index.php  diakses 20 April 2013)

Megawangi, Ratna. 2007. Character Parenting Space, Menjadi Orang tua Cerdas untuk Membangun Karakter Anak. Bandung: Read! Publishing House

Mulyasa, E. 2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas.Bandung: Remaja Rosdakarya

Mus, Fadmah. 2010. Motivating the Second Year Students to Speak English through Mutual Interview Technique at MA Madani Alauddin Pao- Pao. Makassar: UIN Alauddin Makassar

Nata, Abudin. 2011. Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Kencana

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 2006. Jakarta

Ramadhan, Tarmizi. 2008. Pembelajaran Kooperatif Make a Match. (http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-make-a-match diakses 20 April 2013)

Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2005. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Usman, Uzer, Moh. 2004. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya
Rahayu dan Tri, Mayang Arum. 2012. Penerapan Cooperative Learning Teknik Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V pada Mata Pelajaran IPS di Sekolah Dasar Negeri Candipuro 3 Lumajang (http://library.um.ac.id/ptk/index.php diakses 20 Aapril 2013)

Sanjaya, Wina. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Sardiman. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Satori, Djam’an., Komariah, Aan. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif R&D. Bandung: Alfabeta





SOAL TES HASIL BELAJAR SIKLUS I

  1. Sebutkan ciri- ciri mesjid kuno yang ada di Indonesia.
  2. Sebutkan nama-nama mesjid kuno yang ada di Indonesia dan tempatnya.
  3. Gambarkan ciri- ciri makam kuno yang ada di Indonesia
  4. Apa yang dimaksud dengan arca?
  5. Gambarkan peninggalan karya sastra yang ada di kediri.




SOAL TES HASIL BELAJAR SIKLUS II

  1. Sebutkan macam macam iklum dan cuaca yang ada di Indonesia.
  2. Sebutkan macam- macam kenampakan buatan yang ada di Indonesia.
  3. Sebutkan ke empat pengelompokan flora yang ada di Indonesia.
  4. Apa yang dimaksud dengan arca?
  5. Apa yang dimaksud dengan keanekaragaman kenampakan alam?


Bagikan

Jangan lewatkan

PTK MAKE A MATCH
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.