Bismillaahirrahmaanirrahiim
Kata orang,
apa yang sering ditangkap panca indera, dari situlah terbentuk mindset. Apa yang kerap terlihat,
terdengar, teraba, dan seterusnya, itulah cikal bakal penyusun pola pikir dan
jiwa kita.
Jika memang
demikian, dan memang demikian, harusnya pandai- pandailah kita menyetir panca
indera, kemana mereka harus melintas.
Salah satu
lintasan yang sangat baik untuk dilalui panca indera mata adalah bacaan [entah
itu buku, koran, artikel, atau apa saja] yang bermanfaat. Di antara bacaan yang
bermanfaat itu adalah kisah para salaf [orang-
orang terdahulu yang solih] yang diharap mampu menjadi penggugah hati yang mulai
mengeras.
Ini sebuah
kisah tentang seorang ulama yang hidup 12 abad silam, Syaikh Abdurrahman Hatim rahimahullah.
Beliau seorang
ulama besar, kharismatik, lembut dan dermawan, tapi...beliau juga seorang yang berpura- pura.
Suatu hari,
beliau menerima kedatangan seorang wanita yang hendak berkonsultasi dengan
beliau. Belum juga wanita tersebut menanyakan perkaranya, terjadi insiden kecil
namun cukup memalukan. Tanpa sengaja, sang wanita kelepasan buang angin. Tak
tergambarkan malunya, buang angin di hadapan seorang ulama kharismatik.
Namun, sesaat
setelahnya, Syaikh Hatim bersuara dengan lantang
“ Tolong
keraskan suaramu”
Sang wanita
pun kemudian berbicara dengan suara keras. Namun Syaikh Hatim seakan akan belum
mendengar perkataan wanita tersebut lalu kembali meminta
“ Bicaralah
dengan lebih keras, saya tidak bisa mendengar”.
Perlahan tapi
pasti, rasa malu sang wanita memudar lalu hilang.
“ Ternyata
syaikh tuli, berarti beliau tidak mendengar saya buang angin, Alhamdulillah”....mungkin,
kira2 seperti itulah yang ada di benak sang wanita.
Selesai
urusan, sang wanita undur diri dan terhitung sejak hari itu, beliau, Syaikh
Hatim rahimahullah mendapat gelar
tambahan al- asham “yang tuli”.
Apakah beliau
benar2 tuli?
Sama sekali
tidak, tetapi beliau pura- pura tuli, demi untuk menjaga kehormatan seorang
wanita. Yang luar biasa adalah, kepura- puraan beliau berlangsung sepanjang
sang wanita masih hidup, 15 tahun lamanya. Bahkan dari sumber lain dikisahkan
40 tahun, wallahu ta’ala a’lam.
~~~
Aina
nahnu min akhlaq as salaf?
[dimana kita di antara akhlak para salaf]
Yang ada, kita
kadang menjadikan aib orang lain sebagai guyonan segar atau topik hangat yang
seru untuk diperbincangkan.
Boro- boro
berkorban demi menjaga kehormatan orang lain [seperti syaikh yang berkorban
pura- pura tuli], yang ada kita rela keluar modal demi merusak kehormatan orang
lain [paling sederhananya, modal pulsa telfon teman bincangkan aib orang]
Allahumma
InnaKa ‘afuwwun
[Wahai Tuhan
kami, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf],
Maafkan khilaf
kami,
Khilaf yang
kami sangat gandrungi,
Khilaf yang menjadi
pelengkap keseharian kami,
Khilah yang
kami benci ketika orang lain melakukannya kepada kami,
Khilah yang
sangat ingin kami cerai dan bawa pergi.
~~~
“Barangsiapa yang meringankan
(menghilangkan) kesulitan seorang muslim kesulitan-kesulitan duniawi, maka
Allah akan meringankan (menghilangkan) baginya kesulitan di akhirat kelak.
Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi orang yang mengalami kesulitan di
dunia, maka Allah akan memudahkan baginya kemudahan (urusan) di dunia dan
akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia, maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia
dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selalu
ia menolong saudaranya.” [HR. Tirmidzi]
Cukuplah hadist ☝di atas menjadi gembok bagi lidah kita
untuk tidak bermudah- mudah dalam menyakiti kehormatan orang lain.
Wassalam
~~~
12.00, sesaat sebelum adzan berkumandang
Jum’at Mubarak/ 02 Desember 2016
Bagikan
Pura- pura Tuli
4/
5
Oleh
Unknown