Kamis, 01 Desember 2016

Pura- pura Tuli


 Bismillaahirrahmaanirrahiim

Kata orang, apa yang sering ditangkap panca indera, dari situlah terbentuk mindset. Apa yang kerap terlihat, terdengar, teraba, dan seterusnya, itulah cikal bakal penyusun pola pikir dan jiwa kita.

Jika memang demikian, dan memang demikian, harusnya pandai- pandailah kita menyetir panca indera, kemana mereka harus melintas.
Salah satu lintasan yang sangat baik untuk dilalui panca indera mata adalah bacaan [entah itu buku, koran, artikel, atau apa saja] yang bermanfaat. Di antara bacaan yang bermanfaat itu adalah kisah para salaf [orang- orang terdahulu yang solih] yang diharap mampu menjadi penggugah hati yang mulai mengeras.

Ini sebuah kisah tentang seorang ulama yang hidup 12 abad silam, Syaikh Abdurrahman Hatim rahimahullah.
Beliau seorang ulama besar, kharismatik, lembut dan dermawan, tapi...beliau juga seorang yang berpura- pura.

Suatu hari, beliau menerima kedatangan seorang wanita yang hendak berkonsultasi dengan beliau. Belum juga wanita tersebut menanyakan perkaranya, terjadi insiden kecil namun cukup memalukan. Tanpa sengaja, sang wanita kelepasan buang angin. Tak tergambarkan malunya, buang angin di hadapan seorang ulama kharismatik.

Namun, sesaat setelahnya, Syaikh Hatim bersuara dengan lantang
“ Tolong keraskan suaramu”
Sang wanita pun kemudian berbicara dengan suara keras. Namun Syaikh Hatim seakan akan belum mendengar perkataan wanita tersebut lalu kembali meminta
“ Bicaralah dengan lebih keras, saya tidak bisa mendengar”.

Perlahan tapi pasti, rasa malu sang wanita memudar lalu hilang.
“ Ternyata syaikh tuli, berarti beliau tidak mendengar saya buang angin, Alhamdulillah”....mungkin, kira2 seperti itulah yang ada di benak sang wanita.

Selesai urusan, sang wanita undur diri dan terhitung sejak hari itu, beliau, Syaikh Hatim rahimahullah mendapat gelar tambahan al- asham “yang tuli”.

Apakah beliau benar2 tuli?
Sama sekali tidak, tetapi beliau pura- pura tuli, demi untuk menjaga kehormatan seorang wanita. Yang luar biasa adalah, kepura- puraan beliau berlangsung sepanjang sang wanita masih hidup, 15 tahun lamanya. Bahkan dari sumber lain dikisahkan 40 tahun, wallahu ta’ala a’lam.
~~~

Aina nahnu min akhlaq as salaf? [dimana kita di antara akhlak para salaf]
Yang ada, kita kadang menjadikan aib orang lain sebagai guyonan segar atau topik hangat yang seru untuk diperbincangkan.
Boro- boro berkorban demi menjaga kehormatan orang lain [seperti syaikh yang berkorban pura- pura tuli], yang ada kita rela keluar modal demi merusak kehormatan orang lain [paling sederhananya, modal pulsa telfon teman bincangkan aib orang]

Allahumma InnaKa ‘afuwwun
[Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf],
Maafkan khilaf kami,
Khilaf yang kami sangat gandrungi,
Khilaf yang menjadi pelengkap keseharian kami,
Khilah yang kami benci ketika orang lain melakukannya kepada kami,
Khilah yang sangat ingin kami cerai dan bawa pergi.
~~~

 “Barangsiapa yang meringankan (menghilangkan) kesulitan seorang muslim kesulitan-kesulitan duniawi, maka Allah akan meringankan (menghilangkan) baginya kesulitan di akhirat kelak. Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi orang yang mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memudahkan baginya kemudahan (urusan) di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia, maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selalu ia menolong saudaranya.” [HR. Tirmidzi]

Cukuplah hadist ☝di atas menjadi gembok bagi lidah kita untuk tidak bermudah- mudah dalam menyakiti kehormatan orang lain.
Wassalam
~~~
12.00, sesaat sebelum adzan berkumandang
Jum’at Mubarak/ 02 Desember 2016



Bagikan

Jangan lewatkan

Pura- pura Tuli
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.